Home Ekonomi Dukung Sektor Pariwisata, SMF Beri Pembiayaan Homestay di 11 Desa

Dukung Sektor Pariwisata, SMF Beri Pembiayaan Homestay di 11 Desa

Mataram, Gatra.com- Suasana kental nuansa alam akan terasa saat berkunjung ke Sasak Lombok Bungalow. Homestay dengan bangunan bambu dan berbilik anyaman bambu ini tampil sederhana lengkap dengan bale-bale bersantai. Cocok untuk menikmati bagaimana keseharian aktivitas masyarakat Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Berlokasi di Jl. Sengkol, Kuta, Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, penginapan yang cocok untuk para backpacker ini juga dekat dengan pantai. Seperti Pantai Tanjung Aan, Pantai Kuta dan Pantai Mawun. Tak hanya itu, lokasinya juga tak seberapa jauh dari Sirkuit Internasional Mandalika, NTB yang menjadi lokasi World Superbike (WSBK) 2021 pada akhir November lalu.

Pemilik Sasak Lombok Bungalow, Lalu Maulidin menyebut ajang itu memang turut mendongkrak keterisian homestay yang melesu akibat Pandemi Covid-19. Bahkan dapat dikatakan nihil pendatang ketika itu. Pembangunan sirkuit turut mendorong keterisian delapan kamar homestay miliknya. "Akhirnya disewakan per bulan," ujar Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Kuta itu kepada Gatra.com beberapa waktu lalu.

Hal itu juga yang menurut Lalu akhirnya dilakukan oleh beberapa pemilik homestay di desanya tersebut. Mereka beralih dengan menyewakan kamar secara bulanan kepada para pekerja untuk proyek pembangunan Sirkuit Internasional Mandalika.

Biaya sewanya beragam, mulai dari Rp500 ribu per bulan sampai dengan Rp800 ribu per bulan. Padahal dalam kondisi normal rate kamar di sana mulai Rp100 ribu untuk wisatawan lokal dan Rp300 ribu bagi wisatawan asing.

Dia bercerita bahwa pada awal dia merintis homestay tersebut pada 2015 lalu memang belum seramai ketika Desa Wisata diangkat pada 2018 lalu. "Tahun 2015 minat masyarakat akan homestay belum terlalu. Tapi kini boleh dikatakan 95% butuh homestay (di Lombok Tengah-red). Apalagi event kemarin, pariwisata jadi mata pencaharian," ungkapnya.

Ia optimis, dengan kondisi pemulihan saat ini, bisnis homestay akan membaik. Beberapa hal yang mempengaruhi itu karena selain dampak USBK 2021 kemarin, lalu adanya ajang Moto GP yang rencananya akan berlangsung pada Maret 2022 mendatang. Demikian dengan USBK 2022 mendatang ataupun kalender event regular lainnya.

Salah satu homestay di Desa Wisata Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mendapat bantuan pembiayaan dari Sarana Multigriya Finansial (Persero). (Dok SMF/BBI)

Lalu menyebut total biaya untuk membangun homestay dia mencapai Rp200 juta. Modal awal Rp100 juta dia bangun pada 2015 lalu, kemudian ia mendapat bantuan pinjaman Rp100 juta dari PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF  pada 31 Desember 2020 lalu digunakan untuk merenovasi dan membangun dua kamar tambahan dari delapan yang dimilikinya.

Untuk pinjaman Rp100juta itu, Lalu dikenakan bunga 3% dengan besaran cicilan Rp1,8 juta per bulan selama lima tabun. Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan dan agunan. "Awal kita tawarkan, nih ada pinjaman, enggak ada jaminan dan bunga rendah. Enggak ada yang percaya, dibilang bohong  enggak ada yang begitu," katanya.

Sekarang setelah melihat ternyata ada, beberapa pemilik Homestay pun tertarik ingin mengajukan pinjaman. Lalu menyebut di Desa Kuta ini ada 102 unit homestay dengan 14 orang pemilik. "Ada yang ingin nambah renovasi. Mau mengajukan Rp1,5milyar, banyak yang mau mengajukan, apalagi jelang Moto GP besok," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan Lalu Srinate, pemilik Find Homestay di Desa Mertak, Lombok Tengah, NTB. Ia berharap tahun ke depan kondisi akan jauh lebih baik. Harapan itu muncul seiring dengan USBK 2021 lalu yang bisa berimbas pada pariwisata di Lombok.

Menurutnya tidak hanya Mandalika yang menjadi tujuan wisata, untuk di daerahnya ini merupakan lokasi untuk surfing. "Ada Pantai Awang untuk surfing, bisa snorkeling, diving karang ataupun memancing," ungkapnya.

Dampak USBK ia rasakan dimana lima kamar miliknya ketika perhelatan itu berlangsung selama tiga hari pun full booked dengan rate sampai Rp400 ribu per hari. Berkah ini berlipat empat kali lipat dari biaya sewa Rp100 ribu per hari. Bahkan ketika hari biasa, kamar tersebut bisa di sewa dengan harga murah Rp500 ribu per bulan.

Dalam bayangan pria yang karib disapa Alex ini, biaya itu bisa memenuhi angsuran pinjaman dia Rp520 ribu per bulan. Ia mendapat kredit Rp50juta dari SMF pada April 2020 lalu dengan tenor 10 tahun. Dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti ini, dia lebih memilih waktu pinjaman lebih lama dengan angsuran kecil.

Direktur Sarana Multigriya Finansial (Persero) Trisnadi Yulrisman. (Dok SMF/BBI)

Direktur SMF Trisnadi Yulrisman mengatakan bahwa Program Pembiayaan Homestaymerupakan sinergi SMF dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Yakni dalam rangka mendukung PEN di sektor pariwisata yang saat ini terpukul sangat dalam karena pandemi.

"Perseroan terus melakukan adaptasi atas kondisi pandemi yang memukul kegiatan pariwisata dan kegiatan travelling masyarakat untuk menyongsong kebangkitannya dikemudian hari," papar Trisnadi.

Fasilitas pembiayaan ini targetnya adalah homestay di Destinasi Super Prioritas Pariwisata (DSPP). Pinjaman untuk renovasi dan bangun baru ini memiliki plafon maksimal Rp150 juta dengan bunga 3% dan tanpa agunan. Tenor yang diberikan mulai daru satu tahun hingga sepuluh tahun.

Hingga saat ini, SMF telah merealisasikan Program Pembiayaan Homestay di 11 desa yang terletak di Borobudur, DSPP Mandalika dan  daerah potensi pariwisata di wilayah Banyuwangi dan Sumedang. "Realisasi 11 Desa ada 91 unit homestay sebesar Rp11 miliar (tahun ini-red), kita ada Rp20 miliar dan tahun depan akan tambah yang eksisting, buka baru target lima destinasi super prioritas Bali dan potensi pariwisata lainnya," ungkap Trisnadi.

Adapun untuk Desa Mertak, pembiayaan yang sudah disalurkan Rp450 juta untuk empat Homestay. Desa Kuta Rp500 juta untuk tujuh homestay dan Desa Sembalun Lombok Timur sebesar Rp900 juta untuk enam homestay. "Bunga 3% masuk ke SMF, setelah itu kasih fee 3% untuk pendapatan asli desa (Badan Usaha Milik Desa/Bumdes-red)," jelas Trisnadi.

Skema program ini memang melibatkan Bumdes dan Pokdarwis. Dimana rekomendasi diberikan dari Pokdarwis untuk kemudian dianalisa Bumdes dan menyampaikan permohonan pinjaman kepada SMF. Meski tanpa jaminan, Trisnadi menyebut tidak terjadi kedit macet. Namun saat ini memang telah diberikan relaksasi kedit hingga dua kali yang akan berakhir Desember ini.

654