Home Nasional MPR Sesalkan RUU Bank Makanan Tidak Masuk Prolegnas Prioritas

MPR Sesalkan RUU Bank Makanan Tidak Masuk Prolegnas Prioritas

Jakarta, Gatra.com – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid menyesalkan sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah yang tidak memprioritaskan RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial, masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. 

Padahal RUU tersebut sangat penting dan dibutuhkan masyarakat. Apalagi yang terdampak pandemi Covid-19 secara ekonomi.

“Saya menyayangkan usulan yang kami inisiasi, sekalipun sudah diterima dalam long list Prolegnas, tapi RUU ini ditolak masuk prolegnas prioritas 2022. Padahal inilah momentumnya, RUU ini sangat dibutuhkan masyarakat yang secara ekonomi terdampak covid-19 dan berbagai bencana alam lainnya, karena dapat membantu kebutuhan pokok masyarakat, menguatkan solidaritas sosial. Dan mengoreksi sikap hidup yang berlebihan atau mubadzir di tengah kesusahan masyarakat,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (10/12).

Hidayat mengatakan selain membantu masyarakat, RUU tersebut juga ditujukan untuk memberikan payung hukum kepada organisasi-organisasi bank makanan, yang mulai tumbuh berkembang di berbagai kota di Indonesia. Agar mereka dapat bergerak lebih efektif dan maksimal dalam membantu masyarakat.

“Kita seharusnya mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilakukan sejumlah kelompok masyarakat, melalui bank makanan yang mereka diterima dari masyarakat. Karena manfaatnya langsung dirasakan rakyat. Dan dengan memberikan jaminan kepastian hukum melalui RUU, ini maka kegiatan mereka akan bisa dilakukan dengan lebih terukur, terjaga dan menenteramkan bagi aktivis bank makanan, mitra donatur maupun masyarakat yang menerima manfaatnya,” tukasnya.

Bank Makanan, kata HNW merupakan hal lumrah dan banyak berperan di tengah masyarakat. Bahkan dibeberapa negara, seperti AS telah dilegalkan. Sebab, hal tersebut sangat membantu warga terdampak covid-19.

Bahkan di negara tetangga, seperti Malaysia, program bank makanan ini bukan hanya dikelola masyarakat atau swasta. Tetapi menjadi program pemerintah, sehingga di negara tersebut payung hukum untuk pemberi donasi makanan memperoleh jaminan perlindungan hukum.

“Dari FGD yang kami selenggarakan dengan banyak organisasi bank makanan di Indonesia, diinformasikan bahwa Malaysia sempat melakukan perbandingan dengan praktek yang ada di Indonesia. Namun, mereka malah lebih dahulu memiliki payung hukum yang diberikan oleh Negara,” tuturnya.

Hidayat merasa kecewa dengan sikap DPR dan Pemerintah yang tidak memprioritaskan RUU ini. Padahal dari segi kesiapan untuk segera dibahas sudah terpenuhi. 

“Kami sudah siapkan naskah akademik dan draft RUU-nya. Seharusnya, basis untuk memprioritaskan pembahasan RUU adalah kesiapan dua hal tersebut. RUU seperti ini yang dibutuhkan masyarakat tidak diprioritaskan, tetapi beberapa RUU yang kontroversial justru diprioritaskan,” ujarnya.

194