Home Lingkungan ORI Temukan Potensi Maladministrasi soal Tata Kelola Hutan

ORI Temukan Potensi Maladministrasi soal Tata Kelola Hutan

Jakarta, Gatra.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan 2 aspek temuan terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (P2KH) yang terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan. Dua temuan tersebut ada di dalam hasil kajian sistemik mereka.

"Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH [Penggunaan Kawasan Hutan] dari penerbitan sampai pada pengawasan terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin, serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH," ujar Anggota Ombudsman RI Hery Susanto, dilansir dari siaran pers yang diterima Gatra.com pada Kamis, (6/12).

ORI mencatat, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terutama untuk kegiatan pertambahan dan non pertambangan. Di mana pada tahun 2018 IPPKH yang terbit sebanyak 49.235.50, 2019 sebanyak 66.311.87, 2020 sebanyak 81.224.47, dan 2021 sebanyak 104.401.71.

Kemudian berdasarkan hasil kajian, jelas Hery, pada aspek tata kelola, mereka menemukan setidaknya ada 5 potensi maladministrasi, yakni penundaan berlarut dalam IPPKH, tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi gubernur daerah mengenai IPPKH, kurangnya aksesbilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH, belum adanya penyebarluasan Informasi Geopasial Tematik (IGT) kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSP) dan informasi realtime kuota IPPKH, serta sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan yang baru.

Sedangkan dalam aspek pengawasan, ORI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak indepeden, adanya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) petugas pengawas sehingga memperlama prosedur telaah kawasan, dan kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

"Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang diniliai terlalu singkat serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL [Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung] dalam pengawasan," ucap Hery.

Di samping itu, ORI telah menyampaikan hasil kajian sistemik terkait tata kelola dan pengawasan IPPKH atau P2KH dan pengawasan yang integratif ini kepada KLHK, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Informasi Geopasial (BIG), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Kamis (6/1) di Ruang Abdurahman Wahid, Gedung Ombudsman RI, Jakarta. ORI juga menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada 5 instansi terkait.

98