Home Nasional Ini Alasan PKS Kerap Menentang RUU TPKS dan Permendikbud PPKS

Ini Alasan PKS Kerap Menentang RUU TPKS dan Permendikbud PPKS

Jakarta, Gatra.com – Dalam perbincangan publik mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), partai oposisi pemerintah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kerap menunjukkan keberatannya.

Sikap PKS tersebut menjadi kian mencolok tatkala temuan survei dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) yang dirilis Senin, (10/1/2021), ini menunjukkan bahwa secara garis besar publik justru mendukung upaya pengesahan RUU TPKS.

Temuan survei tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 60% masyarakat setuju dengan isi RUU TPKS dan sebanyak 65% setuju dengan usul Presiden Jokowi agar RUU tersebut segera disahkan oleh DPR.

Walau demikian, menanggapi temuan survei tersebut, PKS tampak teguh pada pendiriannya. Lalu, apa yang membuat mereka bersikukuh dengan pandangan politiknya? Sekretaris Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amalia, pun buka suara.

“Kenapa sih kok kami menganggap jangan sekarang dulu mengesahkan RUU TPKS saat ini? Karena ada tiga hal yang berkaitan dengan pidana yang seharusnya jadi satu paket diselesaikan: kekerasan [seksual], kebebasan, penyimpangan,” kata Ledia dalam konferensi pers SMRC.

Ledia menyebut bahwa sejauh ini, pembahasan substantif mengenai RUU TPKS masih terpaku pada satu fokus saja, yaitu terkait kekerasan seksual. Sementara dua lainnya, kebebasan seksual dan penyimpangan seksual, katanya, cenderung diabaikan.

“Itu potensial untuk menimbulkan pemahaman yang berkaitan dengan sexual consent,” kata Ledia.

Menurut Ledia, pembahasan demikian tak bersifat menyeluruh. Ia memandang bahwa apabila pembahasannya hanya terpaku pada satu fokus saja, hukum positif Indonesia akan terjerumus ke dalam pandangan persetujuan seksual (sexual consent) ala Barat.

Begitu pula soal Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Kampus. Ledia melihat adanya bias terkait fokus utama yang dimunculkan ke publik.

“Jadi di media ada bias juga karena yang dimunculkan adalah kasus-kasus yang korbannya adalah anak-anak 18 tahun ke bawah. Sementara itu sudah ada aturannya di dalam UU Perlindungan Anak yang sudah mengalami dua kali perubahan,” kata Ledia.

“Kami lihat substansi RUU TPKS dan Permendikbud hampir sama. Cuma Permendikbud itu lebih vulgar ketika kita bicara soal persetujuan yang kemudian menjadi ramai karena persetujuan itu implikasinya kepada pemahaman sexual consent,” imbuh Ledia.

524