Home Ekonomi Indonesia 'Raja Sawit Dunia', Warga Ingin Harga Minyak Goreng Murah

Indonesia 'Raja Sawit Dunia', Warga Ingin Harga Minyak Goreng Murah

Jakarta, Gatra.com – Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mencatat, kebutuhan minyak goreng di Indonesia sekitar 5,7 juta kiloliter (kl) per tahun. Jumlah itu meliputi 3,9 juta kl untuk konsumsi rumah tangga dan 1,8 juta kl konsumsi industri makanan.

Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung, mengatakan bahwa sebanyak 64% dari serapan konsumsi rumah tangga berbentuk minyak goreng curah. Kemudian, ada 30% berupa minyak goreng kemasan premium dan 6% kemasan sederhana.

Menurut Tungkot, kenaikan harga minyak goreng sebetulnya tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi. Sebab, porsi minyak goreng dalam pengeluaran pangan per kapita hanya sebesar 2% (kota) dan 3% (desa).

“Keinginan masyarakat Indonesia untuk menikmati [harga] minyak goreng yang lebih murah dari negara lain, itu jauh lebih penting daripada jika dilihat porsi minyak goreng dalam pengeluaran pangan,” jelas Tungkot dalam diskusi daring, Jumat (28/1).

Pertimbangan tersebut wajar mengingat Indonesia dikenal sebagai ‘Raja Sawit Dunia’. Sehingga, masyarakat Indonesia ingin menikmati arti julukan ini dalam bentuk minyak goreng yang tersedia dengan harga terjangkau.

Pemerintah sudah memiliki kebijakan terkait penyediaan minyak sawit untuk kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, harga empat minyak utama nabati dunia (sawit, soybean, sunflower, rapseed) mengalami perkembangan yang luar biasa sejak setahun terakhir.

“Kita lihat, satu tahun terakhir memang gila betul. Tidak pernah terjadi seperti ini kenaikan minyak nabati dunia, baik minyak kedelai, minyak sawit, maupun minyak rapseed. Kalau minyak sunflower peningkatannya agak sedikit,” katanya.

Tungkot menjelaskan, kenaikan harga minyak nabati dunia terjadi karena ekses permintaan yang tinggi. Selain faktor iklim, keadaan itu juga dipengaruhi oleh dampak pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasok global.

Penyebab lainnya adalah keterlambatan produksi negara-negara penghasil minyak kedelai dan minyak sunflower akibat pandemi Covid-19. Di samping itu, negara produsen minyak sawit seperti Malaysia juga kesulitan memperoleh tenaga kerja sehingga produksi turun.

133