Home Nasional Darurat Ketimpangan Jumlah Pekerja Perempuan Penyandang Disabilitas

Darurat Ketimpangan Jumlah Pekerja Perempuan Penyandang Disabilitas

Jakarta, Gatra.com- Rendahnya partisipasi perempuan penyandang disabilitas di Tanah Air seringkali dikaitkan dengan faktor rendahnya tingkat pendidikan, keahlian dan kurangnya literasi digital. Hal ini lantas yang mengurangi akses kesempatan perempuan penyandang disabilitas untuk memasuki dunia kerja.

"Jadi, masih ada jarak antar penyandang disabilitas laki-laki dan perempuan di dunia kerja. Partisipasi perempuan penyandang disabilitas ternyata masih rendah dibandingkan laki-laki," kata Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Hindun Anisah dalam acara webinar Katadata dengan tema "Break the Limit: Opportunity for Women With Disabilities" yang disaksikan secara daring, Selasa (8/3).

Hindun menyebut rendahnya partisipasi perempuan di dunia kerja menjadi tantangan bagi semua pihak. Mengingat, mereka juga subjek di dalam dunia kerja.

Perempuan dengan disabilitas terus tertinggal untuk menjalankan peran dan partisipasi dalam pembangunan. Padahal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, antara hak-hak penyandang disabilitas perempuan dengan laki-laki tidak dibedakan.

Mereka harus dilindungi dan harus dipenuhi haknya. Perempuan disabilitas juga memiliki hak untuk dilindungi dari tindak diskriminasi berlapis ketidaksetaraan gender, tingkat kekerasan hingga eksploitasi seksual.

"Kementerian Ketanagakerjaan (Kemenaker) terus berupaya menyelenggarakan program-program pembangunan ketenagakerjaan yang semakin inklusif, termasuk bagi perempuan penyandang disabilitas," kata Hindun.

Pihaknya juga terus mendorong penguatan jejaring dan pembinaan sektor swasta dalam memberikan kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas. Kewajiban pihak swasta ialah, minimal 1% mempekerjakan disabilitas.

Lebih lanjut, Hindun membeberkan, Kemenaker juga mempercepat penyelenggaraan unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan di setiap dinas ketenagakerjaan di daerah.

Pihaknya mendorong agar daerah segera membentuk unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan sebagai wujud mempercepat atau mengakselerasi akses penyandang disabilitas masuk di dunia kerja maupun dunia usaha.

Data BPS menyatakan, di wilayah perkotaan dan pedesaan, hanya 0,18% penduduk usia 15 tahun ke atas dengan disabilitas yang bekerja di Indonesia pada 2020. Angka ini turun 0,1% dari tahun sebelumnya sebesar 0,28%.

Akibat dari rupa-rupa rintangan itu, tak sedikit penyandang disabilitas hidup dalam kemiskinan dan sulit mandiri. Perlu ada trobosan nyata dari pemerintah dan pemangku kepentingan dalam meningkatkan pemenuhan hak serta perlindungan perempuan penyandang disabilitas.

Terobosan harus diwujudkan dalam bentuk gerakan dan kemudahan, khususnya bagi penyandang disabilitas untuk mengakses, memanfaatkan dan menikmati haknya.

Country Director International Labor Organization (ILO), Michiko Miyamoto mengamini data yang diutarakan Kemenaker. Kata dia, secara global dan juga di Indonesia, partisipasi penyandang disabilitas perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

"Jadi secara global, kita memiliki partisipasi penyandang disabilitas  perempuan 40% dibandingkan dengan laki-laki 72%. Jadi kita terus-menerus memiliki selisih antara 25% hingga 20%," kata Michiko.

CEO Kerjabilitas, Rubby Emir mengungkapkan, Kerjabilitas tidak hanya melakukan pemberdayaan pada difabel perempuan dan laki-laki, tapi pihaknya melakukan pengarusutamaan pada eksosistemnya, dalam hal ini sektor swasta.

"Karena kalau satu saja, misalnya disabilitasnya saja yang diberdayakan, mereka tidak bisa ditampung ekosistem atau dunia kerja," kata Rubby.

Untuk penyandang disabilitas, Kerjadibilitas menjadi wadah mereka untuk mendapatkan informasi lowongan kerja gratis. Rubby memastikan, perusahaan yang bekerja sama dengan Kerjadibilitas bisa menerima penyandang disabilitas.

Lalu, Kerjadibilitas juga melakukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan karir dan status pendidikan mereka. Kerjadibilitas membuat pelatihan-pelatihan yang sifatnya praktikel. Tak lupa, Kerjadibilitas turut berkolaborasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK) binaan Kemenaker.

"Itu adalah beberapa yang kami lakukan untuk meningkatkan taraf hidup disabilitas," tegasnya.

Sementara itu, Director of Public Policy and Government Relations, Tokopedia, Astri Wahyuni mengaku, cita-cita utama Tokopedia mencapai pertumbuhan yang inklusif. Pertumbuhan di Tokopedia bisa dinikmati oleh berbagai golongan, semua orang di Indonesia.

Tantangan yang dialami penyandang disabilitas juga menjadi tantangan umum bagi perempuan biasa yang ingin masuk ke dunia digital. Menurut dia, yang paling terpenting dipelajari penyandang disabilitas adalah literasi digital.

Tokopedia, kata Astri, tidak hanya berbicara mengenai perusahaanya saja, tapi juga ekosistemnya. Di Tokopedia, kurang lebih 94% ekosistemnya terdiri dari usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Sebagian besar peluang penyandang disabilitas adalah membuka usaha sendiri. Tokopedia ingin memudahkan hal tersebut," tegas Astri.

 

 

593