Home Internasional Menlu Rusia dan Ukraina Bertemu untuk Pertama Kalinya Pasca Invasi

Menlu Rusia dan Ukraina Bertemu untuk Pertama Kalinya Pasca Invasi

Ankara, Gatra.com - Para menteri luar negeri dari Rusia dan Ukraina akan bertemu di Turki pada Kamis, (10/3), dalam pembicaraan tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak Moskow menginvasi tetangganya, Ukraina. Ankara berharap mereka dapat menandai titik balik penyelesaian dalam konflik yang berkecamuk.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba telah meredam ekspektasi melalui kesepakatan gencatan senjata atau hasil lain dari pertemuan dengan saingannya Menlu Rusia Sergei Lavrov, di sela-sela forum diplomasi di provinsi selatan Turki, Antalya.

Invasi Rusia telah membuat lebih dari dua juta orang meninggalkan Ukraina, sebagaimana disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan tercepat di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Anggota NATO Turki telah berulang kali menawarkan untuk menengahi antara kedua pihak dan akan menjadi tuan rumah bagi dua diplomat teratas mereka, setelah berminggu-minggu upaya mediasi gagal.

Kuleba mendesak Lavrov untuk membahas pembicaraan “dengan itikad baik, bukan dari perspektif propaganda.”

"Saya akan mengatakan terus terang bahwa harapan saya terhadap pembicaraan itu rendah," kata Kuleba dalam sebuah pernyataan video pada hari Rabu. 

“Kami tertarik pada gencatan senjata, membebaskan wilayah kami dan poin ketiga adalah menyelesaikan semua masalah kemanusiaan,” tambahnya.

Moskow mengatakan siap untuk melakukan pembicaraan dengan Ukraina, meski semua tuntutannya - termasuk bahwa Kyiv mengambil posisi netral dan membatalkan aspirasi untuk bergabung dengan aliansi NATO - harus dipenuhi untuk mengakhiri serangannya.

Delegasi dari kedua negara telah mengadakan tiga putaran pembicaraan sebelumnya, dua di Belarus dan satu di Ukraina. Meskipun ada tanda-tanda positif pada pengaturan kemanusiaan, negosiasi tersebut masih belum jelas.

Moskow menyebut serangannya ke Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan mengusir para pemimpin yang disebutnya "neo-Nazi.

" Kyiv dan sekutu Baratnya menganggap itu sebagai dalih tak berdasar sehingga menimbulkan perang tak beralasan melawan negara demokratis berpenduduk 44 juta orang,” ujarnya.

“Menyatukan Lavrov dan Kuleba dala sebuah pertemuan menandai “langkah maju” dan dapat meningkatkan diplomasi di tingkat yang lebih tinggi di Moskow,” kata profesor Mustafa Aydin dari Universitas Kadir Has di Istanbul.

“Rusia belum mendekati perdamaian, meskipun perlahan-lahan mengubah pendiriannya,” katanya. “Posturnya yang awalnya tanpa kompromi perlahan-lahan berubah menjadi sikap negosiasi, meskipun belum cukup untuk hasil yang konkret,” tambahnya.

Turki yang berbagi perbatasan maritim dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam dan memiliki hubungan baik dengan keduanya. Ankara menyebut invasi Rusia tidak dapat diterima dan menyerukan gencatan senjata segera, tapi juga menentang sanksi terhadap Moskow.

Turki menjalin hubungan dekat dengan Rusia di sektor energi, pertahanan, dan perdagangan, dan sangat bergantung pada turis Rusia. Namun Turki juga telah menjual drone ke Ukraina, yang membuat marah Moskow. Bahkan menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta pencaplokan Krimea pada 2014.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah meminta baik Lavrov dan Kuleba untuk menghadiri pembicaraan pada hari Kamis. Ia berharap pertemuan itu bisa menjadi “titik balik”, menyeleaikan perang.

Akhir pekan ini, baik Turki maupun Israel selama ini mendorong untuk mediasi. Presiden Turki Tayyip Erdogan mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan gencatan senjata dalam seruan pada hari Minggu.

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengadakan pembicaraan dengan Putin di Moskow pada akhir pekan, dan berbicara dengan Presiden Ukraina Volodomyr Zelenskyy.

97