Home Sumbagteng Dipaksa Jadi 'Malin Kundang' Biosolar

Dipaksa Jadi 'Malin Kundang' Biosolar

Pekanbaru, Gatra.com - Siapapun petani sawit yang ditanya, pasti akan bilang kalau lelaki 55 tahun ini paling sulit untuk marah. Kelihatan jengkel saja pun, jarang.

Begitulah sabarnya KH. Suher, Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau itu.

Tapi, peristiwa di kawasan Ujung Tanjung Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau beberapa waktu lalu itu, berhssil membuat ubun-ubun ayah dua anak ini panas oleh rasa jengkel.

"Kalau truk pengangkut buah sawit sudah tak boleh memakai biosolar, ini sudah benar-benar keterlaluan namanya. Tolong jangan bikin kami benar-benar marah lah," wajah Suher nampak memerah.

Yang membikin Suher semakin jengel, larangan tadi terkesan pula ingin membenturkan petani kelapa sawit dengan Gubernur Riau, Syamsuar.

"Kalau menyampaikan sesuatu itu kepada publik, tolong lihat dan pahami situasilah. Kalau menyampaikan aturan, pahami dulu aturannya, jangan asal bunyi dan jangan kayak mengadu domba," pinta Suher.

Orang Pertamina itu kata Suher terkesan tidak tahu kalau sebetulnya biosolar yang dijual di SPBU itu adalah bauran 70 persen solar dan 30 persen biodiesel. Biodiesel ini notabene dari penyulingan minyak sawit.

Biodiesel itu kata Suher disubsidi oleh petani dan pelaku sawit lainnya. Duitnya berasal dari Pungutan Ekspor (PE) yang saat ini sudah mencapai USD375 per ton Crude Palm Oil (CPO) dan duit itu dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Saya bilang petani sawit berperan di situ lantaran dari 16,38 juta hektar kebun sawit yang ada di negara ini, 42 persennya adalah milik petani dan oleh PE itu, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani berkurang hingga Rp900 perkilogram," terangnya.

Asal tahu saja kata Suher, dari 2015 sampai tahun lalu, sudah Rp110 triliun duit sawit itu mengalir ke biosolar yang notabene jadi dagangan Pertamina.

"Meski semua biosolar itu habis terjual, tak sepeserpun duit PE tadi kembali ke BPDPKS. Duit itu tak balik, kami tak marah. Nah, beberapa hari lalu, subsidi minyak goreng diambil pula dari PE, kami juga tak marah. Sekarang, biosolar di SPBU tak bisa kami beli, wah, jangan bikin kami marah lah. Jangan bikin biosolar itu jadi malin kundang untuk sawit. Sebab apapun itu, dia berasal dari sawit dan tak masalah dipakai untuk sawit. Lagi pula, kami bukan meminta, tapi membeli," suara Suher mulai meninggi.

Bos besarnya Suher, Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat ME Manurung, juga ikut jengkel saat berbincang dengan Gatra.com melalui sambungan telepon tadi sore.

"Pemahaman orang Pertamina itu asal-asalan. Itulah makanya Apkasindo protes. Dalam Perpres nomor 191 Tahun 2014 tentang pendistribusian dan harga jual eceran biosolar subsidi, yang dilarang memakai biosolar subsidi itu jutru truk roda lebih dari enam. Itu berlaku nasional," katanya.

Sementara kejadian di Ujung Tanjung itu kata doktor lingkungan Universitas Riau ini, justru truk TBS roda enam. "Kok roda enam dilarang?" ujar ayah dua anak ini.

Adalah vidio cekcok antara sopir truk TBS dengan petugas SPBU di Ujung Tanjung yang terekam dan kemudian beredar di media sosial.

Dalam vidio yang kemudian viral itu, nampak truk tadi berada dalam antrian panjang kendaraan pribadi, bus dan truk. Seorang petugas SPBU di sana kemudian mengatakan; bahwa truk pengangkut hasil perkebunan dilarang memakai solar subsidi, termasuk truk sawit, membikin sopir truk TBS tadi emosi. Cekcok pun tak terelakkan meski petugas SPBU tadi nampak santai.

Cekcok tadi sampai ke telinga Section Head Communication & Relation Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Agustiawan. Dia kemudian mengatakan bahwa apa yang dibilang petugas SPBU itu sudah betul.

Dia malah mengurai bahwa sebenarnya sudah ada surat edaran Gubernur Riau terkait kendaraan apa saja yang boleh mamakai BBM bersubsidi. Surat Edaran itu kata Agustian turunan dari Perpres 191 tahun 2014 tadi.Omongan Agustian inilah ini membikin Suher dan Gulat jengkel.


 

 

 

488