Home Nasional Ketua Dewan Pembina Kosgoro 57 Serang Masinton, Hanya Dua yang Berhak Tegur Luhut

Ketua Dewan Pembina Kosgoro 57 Serang Masinton, Hanya Dua yang Berhak Tegur Luhut

Kebumen, Gatra.com- Pernyataan Masinton Pasaribu yang meminta agar Menko Maritim dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP) mundur karena dianggap membuat gaduh mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Ketua Dewan Pembina Padepokan Kosgoro 57 Ridwan Hisjam menilai, Politisi PDI Perjuangan tersebut tak punya hak mendesak LBP mundur dari jabatannya di Kabinet Indonesia Maju Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin.

Ia menyebut tidak ada relevansi dan etika seorang Masinton meminta agar Luhut mundur dari kursi kabinet lantaran dianggap sebagai biang kisruh dari isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Masinton tak punya hak sama sekali meminta Pak Luhut mundur dari kabinet. Yang berhak menegur dan memberhentikan Luhut adalah Pak Presiden. Jadi secara etik tidak tepat seorang Masinton berkoar-koar minta Luhut mundur atau dicopot," kata Ridwan dalam siaran pernya, Kamis (14/4/).

Lagi pula sambung Ridwan, tidak ada pernyataan Luhut yang secara langsung meminta masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode. Luhut hanya menyampaikan bahwa, yang di bawah (masyarakat), berdasar big data meminta adanya kemungkinan Pemilu 2024 ditunda. Bukan merubah masa jabatan presiden jadi tiga periode.

"Jadi setahu saya tidak ada ucapan Pak Luhut yang meminta atau mendukung masa jabatan Presiden Jokowi jadi tiga periode. Itu tidak ada! Yang ada wacana penundaan Pemilu 2024, dan itu juga sudah disampaikan Luhut di depan para mahasiswa saat aksi," terang anggota MPR RI tersebut.

Menurutnya, soal wacana yang penundaan Pemilu yang disampaikan Luhut tidak ada yang salah. Sebab, Luhut berbicara itu bukan dalam kapasitasnya sebagai Menko Marves, melainkan ia sebagai seorang politisi Partai Golkar. Di masa kepemimpinan Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Luhut menjabat Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar.

"Sah-sah saja seorang Pak Luhut bicara politik soal wacana penundaan Pemilu toh dia bicara itu dalam kapasitasnya sebagai orang atau politisi Golkar. Bukan sebagai Menko Marves. Jadi apa salahnya? Berwacana dalam negara demokrasi itu kan sah-sah saja," terang Ridwan.

Lagi pula, llanjut Ridwan, sampai saat ini wacana penundaan Pemilu tidak dibahas secara resmi di DPR. Satu pun fraksi di DPR juga belum ada yang mengusulkan penundaan Pemilu. Artinya itu hanya sebatas wacana saja, melanjutkan aspirasi dari bawah. 

"Karena pada ujungnya keputusan ada di DPR dan DPR sampai saat sekarang ini tidak ada yang bahas soal penundaan Pemilu, jadi ngapain ribut-ribut," tandasnya.

Ridwan kembali mengingatkan, yang bisa menegur Luhut itu hanya dua orang, yakni Presiden Jokowi sebagai atasan menteri dan Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar. Di luar itu, dianggap tak punya hak untuk menegur Luhut, apalagi seorang Masinton.

"Saya tegaskan lagi, yang bisa menegur Pak Luhut ya..hanya dua orang, Pak Jokowi dan Airlangga. Karena mereka itu atasannya Pak Luhut. Saya lihat hubungan Pak Jokowi dengan Pak Luhut baik-baik saja, demikian juga hubungan dengan Airlangga, jadi atas alasan apa Pak Luhut harus mundur," tandasnya. 

5679