Home Sumbagteng Derita Penderes Getah Karet di Perusahaan Pelat Merah

Derita Penderes Getah Karet di Perusahaan Pelat Merah

Indragiri Hulu, Gatra.com- Ratusan karyawan PT Perkebunan Nusantara (PT-PN) V Amo I di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, terpaksa harus gigit jari, pasalnya sejak PT Werkz Agro Lestari (PT WAL) dipercaya sebagai outsourching di perusahaan plat merah itu justru ratusan pekerja merasa tertekan bahkan menyebut kerja seperti kerja romusha di perusahaan yang bergerak di perkebunan sadap karet tersebut.

Anto {bukan nama sebenarnya} kepada Gatra.com mengatakan dari sekitar 2700 hektare lahan milik PTPN V Amo I hanya di isi sekitar 110 orang tenaga penderes, angka karyawan itu tentunya tidak berbanding lurus dengan luasan lahan yang di kelola oleh mereka terlebih lagi perkebunan karet itu terdiri dari 6 devisi atau afdeling yang tiap afdeling diperkirakan seluas 400-500 hektare.

Selain itu, lanjut Anto yang bekerja sebagai penderes itu menyebutkan tekanan pekerjaan serta hak karyawan sering kali menjadi persoalan di tingkat sesama penderes salah satu meniadakan hari libur kerja dalam konidisi apapun dan ini menjadi momok bagi pekerja, dimana mereka dituntut untuk kerja exstra dengan upah yang juga tak berbanding lurus.

"Contohnya saja kami para penderes dituntut oleh PT WAL harus terus bekerja tanpa ada hari libur sama sekali, meski dalam kondisi cuaca huja kami para penderes juga harus tetap melakukan aktivitas penyedotan latex atau getah karet," ungkap Anto kepada Gatra.com, Sabtu (23/4).

Padahal menurut pekerja yang sudah berdikari sejak 10 tahun silam itu, seyogyanya jika dalam kondisi cuaca hujan batang karet tidak lah baik jika di paksakan untuk terus melakukan penyedotan getah karet, karena berdasarkan pengalaman kerjanya jika hal itu di paksakan maka produksi latex justru tidak akan maksimal.

"Seyogyanya jika dalam kondisi hujan batang karet tidak lah cocok jika dilakukan penyedotan karena itu akan memperangaruhi kesehatan batang pohon, rentan berjamur dan mempengaruhi jumlah produksi getah, tentunya hal ini merugikan negara yang mana hal itu yakni PTPN V Amo I," ujarnya.

Selain itu persoalan upah juga menjadi masalah utama bagi para penders disana, pasallnya sejak tender jatuh kepada PT WAL jika biasanya para pekerja dapat mengatongi uang sebesar 5-6 juta tiap bulannya, maka berbeda ceritanya sejak tiga bulan lalu.

"Potongan upah terus terasa serta keterlambatan gaji menjadi kendala bagi kami para penderes getah, padahal kami tiap harinya harus membiayai kehidupan keluarga baik untuk sekolah anak hingga kebutuhan hidup sehari-hari," ungkapnya.

Anto menyebut jika sekarang di bawah komando PT WAL pihaknya dituntut agar mendapatkan latex kering seberat 60 Kilogram tiap harinya tanpa memandang situasional alam hingga faktor pendukung perkerja lainnya potongan harga perkilogramnya juga relatif besar hingga memberatkan perekonomian penderes disana. "Semua informasi atas kontrak dari PT-PN V Amo I bersama PT WAL tanpa melibatkan kami para pekerja, begitu pula harga yang di tentukan oleh PT WAL sangat tidak bersaing," ungkapnya.

"Jika sebelumnya para penderes dalam masa rajinnya bekerja tiap bulan diperkirakan mendapatkan upah Rp5-6 juta, maka tidak dengan saat ini yang hanya mendapatkan upah sebesar Rp 3 juta rupiah, hal ini dikarenakan PT WAL hanya membeli karet hasil penderesan sebesar Rp3000/Kg-nya," ungkapnya.

Masih kata dia, sengkeraut persoalan PT-PN V Amo I di bawah kontrak PT WAL juga masih dinilai tidak profesional, dimulai dari minimnya ketersediaan tenaga kerja hingga alat pendukung teknis para penderes saat melakukan proses penyadapan getah karet.

"Contohnya saja seperti saat ini kami dipaksa untuk kerja romusa, pasalnya kami para penderes di tuntut sesuai target tiap harinya oleh PT WAL yakni; sebesar 80 kilogram getah basah tentu ini tidak sebanding dengan jumlah penderes yang ada," ujarnya. 

"Selain itu untuk mengerjar target PT WAL, kami tidak di bekali alat kerja yang memadai, salah satunya pisau deres, alhasil kami para pekerja harus mengeluarkan uang terlebih dahulu untuk membeli pisau deres yang layak agar kami dapat bekerja maksimal. Disamping itu, anehnya standar zat cuka {cairan pengental getah karet} yang di sediakan perusahaan saat ini memiliki kualitas yang tidak baik dari sebelumnya hal itu terlihat saat pokok karet itu sudah mulai menghasilkan kadar air yang sangat tinggi alhasil cuka yang disediakan PT WAL ini tidak mampu mengeraskan getah secara instan dan presisi," ujarnya.

"Jika boleh jujur atas praktik ini, saya dapat menimpulkan bahwa ada ketidak profesionalan outsorching atau PT WAL yang sebenarnya dinilai dapat merugikan negara hal itu diperparah lagi atas minimnya pengawasan dari PT-PN V Amo I sendiri, itu sebabnya produksi latex hingga saat ini tak pernah memenuhi target, begitu pula dengan keluhan semua tenaga penderes yang tak pernah di hiraukan," ungkapnya.

Ditempat yang sama, Ardi {nama samaran} yang bekerja sebagai mandor diperusahaan tersebut juga menyampaikan kekecewaan yang sama, pasalnya persoalan hak dan kewajiban masih terasa gantung terhadap seluruh tenaga pekerja di tingkat panderes hingga mandor.

"Kalau persoalan gaji jangan di tanya pak selain, penurunan pendapatan mencapai 50 persen dari biasanya sejujurnya sejak tiga bulan ini kami juga tidak pernah mendapatkan amprah gaji baik dari PT WAL hingga PT-PN V Amo I sendiri," ungkapnya.

"Bahkan sebelumnya saya sudah pernah bertanya kepada salah seorang asisten PT WAL, perihal mengapa tidak ada hari libur kerja baik setiap tanggal merah atau hari keagaamaan, pihak PT WAL juga enggan menjawab. Jika di telaah lagi kami para pekerja ini tanpa ada Surat Perjanjian Kontrak (SPK) dari PT WAL, hanya saja kami terus dituntut untuk bekerja extra tanpa mempertimbangkan hak kami para pekerja ini," ungkaonya.

Sebagai informasi prahara perkebunan PT-PN V di Inhu memang santer bersebrangan dengan masyarakat tempatan dan pemerintah setempat contohnya saja 2019 silam Pemkab Inhu sempat menolak untuk memberikan rekomendasi perpanjangan HGU perusahaan plat merah tersebut yang terletak di (PTPN V) Kebun Air Molek yang berlokasi di Kecamatan Seilala dan Kecamatan Lubukbatu Jaya yang berakhir pada Juni 2019.

"Izin HGUbelum diperpanjang, karena sejumlah kewajiban belum dipenuhi," kata Sekretaris Daerah Indragiri Hulu Hendrizal melalui Kepala Bagian (Kabag) Pertanahan Sekretariat Pemkab Inhu, Raja Fachrurazi di Rengat, beberapa waktu lalu.

Hingga berita ini diterbitkan Gatra.com masih terus melakukan upaya konfirmasi ulang kepada pihak PT WAL dan PT-PN V Amo I atas tudingan para pekerjanya tersebut.

1000