Home Gaya Hidup Ngirit Ongkos, Suyitno dan Tiga Temannya Mudik Jakarta-Pekalongan Naik Bajaj

Ngirit Ongkos, Suyitno dan Tiga Temannya Mudik Jakarta-Pekalongan Naik Bajaj

Brebes, Gatra.com - Setelah dua tahun mudik dilarang karena alasan pandemi, tahun ini pemerintah mengizinkan mudik Lebaran. Momen satu tahun sekali ini pun disambut antusias masyarakat.

Berbagai sarana digunakan untuk mudik, salah satunya bajaj. Seperti dilakukan Suyitno (46) bersama tiga orang rekannya yang mudik dari Jakarta ke Kabupaten Pekalongan.

Mereka rela berlelah-lelah dan berimpitan di dalam bajaj selama belasan jam demi bisa pulang ke kampung halaman dan merayakan Lebaran bersama keluarga.

"Sehari-hari di Jakarta saya kerja jadi sopir bajaj, jadi ya mudiknya naik bajaj," ujar Suyitno saat ditemui di Jalan Lingkar Utara Tegal-Brebes, Sabtu (30/4) siang.

Suyitno mudik menggunakan bajaj bersama Sirin (51), Gatot (44) dan Andri (50). Ketiga temannya itu sama-sama merantau di Ibu Kota dan berasal dari satu desa di Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan.

Selama perjalanan mudik ke Kota Batik, Suyitno duduk di belakang kemudi bajajnya. Sedangkan tiga temannya duduk saling berimpitan di kursi penumpang bersama barang-barang bawaan dan oleh-oleh untuk keluarga.

Mereka berangkat dari rumah kontrakan di Pondokpinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Sabtu pukul 03.00 WIB. Tiga kali berhenti sejenak untuk beristirahat dan sempat terkena macet di Cirebon selama sekitar satu jam, mereka sampai di Brebes pukul 14.30 WIB.

"Dibilang capai ya capai, tapi kita santai saja jalannya. Yang penting sampai di tujuan dengan selamat," ujar Suyitno.

Selain karena sehari-hari menggunakan bajaj untuk mencari nafkah di Ibu Kota, Suyitno dan ketiga temannya memiliki alasan lain sehingga memilih mudik menggunakan bajaj.

"Pakai bajaj biar bisa lebih menghemat ongkos. Paling untuk beli bensin Rp200 ribu dibagi berempat. Kalau pakai bus mahal. Tiketnya Rp350 ribu per orang," ungkapnya.

Suyitno mengaku tak mengalami kendala selama perjalanan. Dia hanya harus bisa mengira-ngira dengan tepat sisa BBM agar bisa segera diisi sebelum habis. Dia juga perlu membawa BBM cadangan yang disimpan di jeriken agar tidak khawatir kehabisan BBM di jalan.

"Ini nggak ada sepedometernya, jadi pakainya hati dan perasaan untuk tahu bensinnya mau habis apa masih banyak. Kalau nggak dikira-kira, nanti tahu-tahu sudah habis dan harus didorong. Makanya bawa cadangan bensin," ujarnya.

Suyitno bukan kali pertama mudik mengendarai bajaj. Sebelumnya, pria yang sudah merantau di Jakarta sejak umur 25 tahun itu pernah mudik menggunakan bajaj pada 2017, 2018, dan 2019.

"Tahun 2020 mudiknya naik bus. Kalau tahun kemarin nggak mudik karena kan dilarang pemerintah, terus nggak ada uang buat ongkos," ucapnya.

Sementara itu Gatot yang duduk di kursi penumpang mengaku tak masalah harus berdesak-desakan di dalam bajaj selama perjalanan ratusan kilometer dari Jakarta ke Kota Batik.

"Dibuat nyaman saja, yang penting bisa mudik. Tapi ini lebih nyaman dari naik travel. Naik travel sempit. Ini juga sempit sih, tapi ada udaranya. Angin masuk, semilir, jadi enak," ujar dia.

Tak hanya membawa pakaian, Gatot turut membawa serta seekor ayam yang sudah dipelihara selama enam bulan di Jakarta. Ayam itu dibawa sebagai oleh-oleh.

"Kalau ditinggal mudik, takut di sana (Jakarta) tidak ada yang rawat, tidak ada yang ngasih makanan. Jadi saya bawa pulang saja untuk oleh-oleh," tuturnya.

 

1303