Home Lingkungan Pakar Hutan: Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus Sebaiknya Di Tinjau Ulang

Pakar Hutan: Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus Sebaiknya Di Tinjau Ulang

Jakarta, Gatra.com - Kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat melalui program Perhutanan sosial (PS) serta Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) saat ini sedang ditetapkan melalui terbitnya Permen-LHK 287/22. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga menghilangkan hutan Perhutani seluas 1,1 juta hektare. Sebab itu, program kehutanan ini seharusnya dipersiapkan secara sangat matang. 

Program PS maupun KHDPK diharapkan disamping memakmurkan rakyat petani juga agar tetap mampu membangun sumber daya hutan lestari dan tidak mengundang timbulnya konflik sosial rebutan lahan di lapangan. Demikian pernyataan  Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI), Dr Transtoto Handadhari, Rabu, (11/5). 

Lebih seram lagi, lanjut Transtoto, lahan seluas 1,1 juta hekrare itu termasuk di dalamnya ada 465.000 hektare hutan lindung yang semestinya harus menjadi tutupan pohon permanen sebagai pengendali siklus hidrologi hujan. "Yang konon lantai hutannya diinjak kaki manusiapun tidak boleh," kata Trantoto. 

Kebijakan PS dan KHDPK tersebut, kata Transtoto, dengan antusiastik didorong percepatannya oleh Kementerian ATR, juga oleh kelompok-kelompok masyarakat yang malah dikenali anti Perhutani, yang masing-masing diduga mempengaruhi terbitnya kebijakan di atas bahkan juga membawa kelompok-kelompok masyarakat lain di luar lembaga resmi binaan Perhutani.

"Program KHDPK serta PS ini sebaiknya dipersiapkan dulu dengan matang. Baik pertimbangan perencanaannya, ketentuan tehnis, peserta program yang seharusnya memprioritaskan Lembaga Masyarajat Desa Hutan (LMDH) serta kesiapan psikologi sosial, aturan-aturan pengamanan hutan sebelum syarat-syarat pelepasan hutan dipenuhi dan keterkaitannya dengan pengendalian bencana alam," kata Transototo yang juga Ketua Ormas Gerakan Masyarakat Hijau Indonesia (GERMAHI).

Transtoto mengaku khawatir bila masalah perusakan lahan hutan ini akan dipolitisasi orang-orang yang anti pemerintah. "Lahan KHDPK yang masih belum dipetakan secara sah, cakupannya perlu dicermati ulang. Termasuk seluruh hutan lindung yang masuk dalam KHDPK agar tetap dijaga dan dikembangkan fungsi lindungnya oleh pemangku lahan yang baru. Juga banyak hutan produksi yang masih baik jangan dimasukkan KHDPK," tutur rimbawan lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta itu. 

KHDPK yang belum dicermati detilnya namun sudah terlanjur semrawut di lapangan itu sangat mungkin meledak menjadi kericuhan terbuka apabila tidak segera dikendalikan. "Semua pihak agar berkepala dingin, pemerintah harus bisa mengendalikan arus penjarahan yang merasa legal, petugas Perhutani agar diinstruksikan melakukan tindakan hukum yang tegas menjaga kawasan hutan," katanya. 

"Tidak jelek bila kebijakan izin guna usaha lahan hutan KHDPK itu ditinjau kembali, disamping karena belum siap, juga faktanya sangat berpotensi merugikan, atau dari sisi hukum tampaknya berbenturan dengan kewenangan dalam PP 22 maupun status UUCK 11/21. Situasi yang sudah semakin ricuh dan tidak terkendali terutama di lapangan maupun di lingkungan perkantoran tampaknya hanya bisa dituntaskan oleh Presiden," katanya lagi. 

437