Home Hukum MA Hukum EHP Serahkan Apartemen kepada Pembelinya

MA Hukum EHP Serahkan Apartemen kepada Pembelinya

Jakarta, Gatra.com – Mahkamah Agung (MA) menghukum PT Elite Prima Hutama (PT EPH) selaku penjual Apartemen Casa Grande Residence menyerahkan satu unit apartemen kepada Ike Farida selaku pemiliknya.

“Menghukum tergugat [EPH] menyerahkan apartemen berikut kunci-kuncinya kepada penggugat [Ike Farida] atau orang yang ditunjuk oleh penggugat setelah putusan a quo dibacakan majelis hakim,” kata Putri Mega Citakhayana, kuasa hukum Ike Farida, dalam keterangan tertulis diterima pada Kamis (12/5), menyampaikan salah satu amar putusan Peninjauan Kembali (FK) MA.

Putri menjelaskan, amar tersebut setelah MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan kliennya. MA membatalkan putusan sebelumnya Nomor 3181 K/PDT/2018, tanggal 21 Desember 2018.

Dalam pokok perkara, lanjut Putri, MA menyatakan bahwa perjanjian surat pesan tanggal 26 Mei 2012 adalah sah menurut hukum dan mengikat penggugat dan tergugat. Kemudian, MA menyatakan tergugat melakukan perbuatan inkar janji atau wanprestasi.

“Menyatakan penggugat adalah pembeli yang beritikad baik dan patut dilindungi oleh hukum. Menghukum tergugat untuk tunduk dan patuh pada putusan ini,” ujarnya.

Dalam amar lainnya, MA juga memerintahkan tergugat memproses dan menandatangani PPJB dan akta jual beli apartemen dan menyerahkan asli surat berikut pendukung lainnya kepada tergugat.

Terakhir, MA memerintahkan tergugat menyerahkan sertifikat kepemilikan atas hak milik atas satuan rumah susun kepada Ike Farida. Menurut Putri, perkara putusan PK ini diputuskan oleh Ketua Majelis, Hakim Agung Nurul Elmiyah; dengan anggota majelis terdiri Hakim Agung Maria Anna Samiyati dan Pri Pambudi Teguh.

Baca Juga: Para Penggugat Mengeluh Kasus Apartemen Bellezza Berlarut-larut

Putri dari kantor hukum Farida Law Office menjelaskan, pihaknya mengajukan PK karena tergugat tak kunjung mememenuhi kewajibannya terhadap kliennya atas unit apartemen yang pembeliannya dilakukan pada Mei 2012 silam.

Setelah 6 bulan dari tanggal tersebut, Ike pun melaporkan direksi dan komisari EPH atas kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan sebagaimana Pasal 372 dan 378 KUHP. Laporan Ike di Polda Metro Jaya itu yakni No. LP/3621/X/2012/PMJ/Ditreskrimum.

Kasus ini kemudian bergulir namun dinyatakan penyidikannya dihentikan berdasarkan hasil gelar perkara pada 20 Februari 2013. Polisi menyatakan tidak cukup bukti. Penghentian ini menurut Putri sangat tidak logis karena bukti-buktinya sudah memenuhi unsur pasal yang dituduhkan.

Selanjutnya, dilakukan lagi gelar perkara pada 10 September 2013 yang juga menghadirkan ahli hukum pidana serta pada 18 November 2013 yang menghadirkan ahli hukum agraria dan kondomium. Hasilnya disimpulkan bahwa telah memenuhi unsur Pasal 372 dan 378. Polisi pun menetapkan sejumlah tersangka, yakni ASR, AT, dkk.

Putri menturkan, penyidikan kasus ini mandek sehingga pihaknya melaporkannya kepada Propam. Hasil gelar perkara Propam, penyidik diminta segera mengirimkan berkas perkara kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Penyidik Polda Metro Jaya pun mengirimkan berkas kepada Kejati DKI Jakarta. Jaksa peneliti mengembalikan berkas tersebut karena belum lengkap. Diduga penyidik tidak menyerahkan barang bukti sehingga berkas perkaranya tidak dinyatakan lengkap (P-21).

Selanjutnya, kata Putri, kembali dilakukan gelar perkara pada 25 September 2014. Menurutnya, gelar perkara ini janggal karena selain dihadiri tersangka, juga dihadiri bagian Tipidum Bareskrim Polri. Padahal, kasus ini ditangani oleh Polda Metro Jaya.

Baca Juga: Telusuri Aset Kasus Asabri, Kejagung Periksa Pengelola Apartemen Mewah

“Hasilnya, kasus tersebut dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti melalui SP3 Nomor: S. Tap/822/IX/2014/Ditreskrimum, tanggal 29 September 2014,” ujar Putri.

Keanehan lainnya, penyidik Polda Metro Jaya juga tak pernah memberikan SP3 tersebut kepada pelapor meskipun sudah memintanya berkali-kali. Pelapor baru mengetahuinya dari Propam.

Tidak sampai di situ, Putri menyebut sempat akan disergap oleh penyidik Unit 5 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk dibawa dan dihadirkan untuk diperiksa. Ini tidak bisa dilakukan karena penyidik tidak menunjukkan bukti surat pemanggilan yang sah.

Menurutnya, itu merupakan buntut dari pelaporan yang dilayangkan pihak PT EPH dan PT PJ di Polda Metro Jaya melalui laporan LP/B/4738/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya. Mereka melaporkan Putri dan Ike atas tuduhan memalsukan dokumen yang diajukan dalam PK kepada MA.

Adapun dokumen yang dituduh dipalsukan itu, yakni pencatatan pelaporan akta perjanjian perkawinan pada KUA; surat Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta yang intinya aprtemen yang dibeli itu tidak memiliki sertiifkat laik fungsi, serta Surat BPN DKI Jakarta No. 3212/7.31.2000/XI/2015. Gatra.com masih berupaya mongonfirmasi pihak terkait.

626