Home Ekonomi Lembaga Keuangan Dunia Dinilai Hambat Transisi Energi Berkelanjutan

Lembaga Keuangan Dunia Dinilai Hambat Transisi Energi Berkelanjutan

Jakarta, Gatra.com – Kelompok sipil di Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh menyebut bahwa Bank Dunia dan cabang sektor privatnya korporasi keuangan internasional mempertahankan dukungannya terhadap infrastruktur gas fosil dan gas alam cair di ketiga negara tersebut.

Kelompok sipil tersebut menyebut dukungunan lembaga keuangan dunia tersebut melalui pendanaan untuk pembangkit listrik berbahan bakar gas, saluran pipa, dan pabrik regasifikasi gas alam cair di Indonesia, Bangladesh, dan Pakistan.

Mereka menyebut demikian berdasarkan hasil studi kasus yang dirilisnya baru-baru ini. Berdasarkan hasil studi tersebut kedua lembaga tersebut bertanggung jawab atas model energi berbasis gas yang tidak berkelanjutan dan mudah menguap di negara-negara ini.

Terdapat sebesar US$379 miliar infrastruktur gas baru yang direncanakan di Asia yang terancam menjadi aset terdampar. Namun demikian, bangsa-bangsa di dunia mulai beralih dari bahan bakar fosil untuk memenuhi target Perjanjian Paris.

Investasi gas yang terencana di Asia terdiri dari US$189 miliar pembangkit listrik berbahan bakar gas, US$54 miliar saluran pipa gas, dan US$136 miliar terminal ekspor-impor gas alam cair. Apabila direalisasikan dan dioperasikan dalam kapasitas penuh, seluruh infrastruktur tersebut akan memberikan dampak besar hingga 1,5°C pemanasan global.

Studi kasus yang dirilis oleh kelompok sipil di Indonesia, Pakistan, dan Bangladesh ini menunjukkan bagaimana lembaga bank dunia justru mendorong ketergantungan negara terhadap gas fosil daripada menyediakan dukungan untuk proses transisi kepada energi yang berkelanjutan dan terbarukan.

Andri Prasetiyo dari Trend Asia di Indonesia dalam keterangan pers yang diterima pada Rabu (18/5), menyampaikan, perencanaan infrastruktur gas yang baru melingkupi pembangkit listrik tenaga gas, saluran pipa, pelabuhan, terminal impor gas alam cair, dan pabrik regasifikasi.

“Hal ini akan menghambat upaya nyata transisi ke energi bersih dan terbarukan oleh Indonesia. Selain berdampak besar terhadap lingkungan dan kesehatan, emisi metana dari proyek tersebut akan berkontribusi secara signifikan terhadap emisi gas rumah kaca Indonesia di tengah krisis iklim dunia,” ujarnya.

Anggota Alternative Law Collective di Pakistan, Zain Moulvi, mengatakan, kedua lembaga keuangan internasional tersebut telah mendukung energi gas dan gas alam cair di Pakistan yang mengakibatkan ketergantungan Pakistan terhadap gas fosil yang mahal pada tahun 2022.

“Bank Dunia harus mengakui bahwa kebijakan mereka untuk mendukung infrastruktur gas fosil dan gas alam cair adalah sebuah kesalahan yang sangat merugikan,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu juga berkontribusi besar pada ketergantungan Pakistan terhadap impor gas alam cair di masa kini dan juga harga tunai yang sangat mahal oleh pihak penyedia.

Sementara persoalan gas di Bangladesh, Bank Dunia harus menghapuskan referensi apa pun terkait eksplorasi sumber daya gas lokal dan impor gas alam cair sebagai prioritas dalam Kerangka Kerja Sama Negara Bangladesh Tahun 2022-2026.

Bank Dunia harus segera melakukan reorientasi terhadap prioritas dan pendanaannya untuk mengakselerasi transisi energi bersih berdasarkan prinsip pencemar membayar.

Fran Witt dari Recourse, Belanda juga menambahkan, penelitian-penelitian ini juga menemukan bahwa lembaga Bank Dunia tidak berkonsultasi secara sistematis dengan masyarakat sipil di negara di mana mereka beroperasi.

“Kami mendesak Bank Dunia untuk mengadakan dialog transparan dan terbuka untuk merespons kebutuhan energi lokal dan isu-isu lingkungan terkait,” ujar Fran Witt.

Menurutnya, keterbukaan dan transparansi juga harus selalu ditanamkan dalam persiapan pendanaan dan bantuan teknis kebijakan pembangunan Bank Dunia yang baru, serta dalam investasi dan pinjaman modal oleh korporasi keuangan internasional yang justru mendukung pengembangan gas fosil di dunia.

Lembaga Bank Dunia harus menggunakan sumber dayanya yang terbatas untuk mendukung pemerintah negara dalam upaya akselerasi transisi dari gas fosil dan gas alam cair impor dengan memfokuskan arah kebijakannya dan memastikan ketahanan energi secara jangka panjang.

Ini akan mencakup penekanan pada energi terbarukan dan penyimpanannya, termasuk fleksibilitas dan peningkatan jaringan di masa mendatang. Tidak boleh ada kemunduran dalam komitmen mengatasi krisis iklim, menghapuskan bahan bakar fosil dan juga gas fosil.

“Target ini, harus menjadi prioritas utama apabila Lembaga Bank Dunia benar-benar serius ingin menyelaraskan tujuan dengan target dari Perjanjian Paris,” ujarnya.

53