Home Kesehatan Psikolog Akui Sering Temukan Kasus Pasien LGBT Bisa Kembali Normal

Psikolog Akui Sering Temukan Kasus Pasien LGBT Bisa Kembali Normal

Jakarta, Gatra.com - Psikolog Klinis, Ratih Ibrahim mengaku kerap menemukan kasus pasien Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgrender (LGBT) yang bisa kembali menjadi heteroseksual.

Menurutnya, seorang gay, tetap memiliki organ reproduksi lelaki. Oleh karena itu, tetap bisa membuahi sel telur atau menghamili perempuan.

“Bahkan berhubungan seks dengan perempuan juga ada yang bisa kok. Meskipun seleranya terhadap si perempuan tidak sama sebagaimana lelaki yang heteroseksual,” katanya kepada Gatra beberapa waktu lalu.

Ia juga pernah memiliki pasien seorang gay yang mencoba berhubungan seks dengan teman perempuannya. Akhirnya, pasien ini jatuh cinta dan menikah hingga sekarang.

“Ada juga yang memutuskan untuk menikah dan memang kemudian punya anak. Dia sayang sekali dengan istri dan anaknya. Menjalani hidup sebagai lelaki straight. Satu hal kita perlu paham bahwa kondisi psikoseksual kita berkembang seumur hidup, begitupun orientasi seksual kita, meskipun kelihatannya biasa-biasa saja,” ucap Ratih.

Meski begitu, Ratih mengatakan bahwa saat ini LGBT tidak lagi disebutkan sebagai penyimpangan seksual. Pernyataan itu berdasarkan pada Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder (DSM) dan International Classification of Diseases (ICD) yang merupakan buku panduan baku internasional.

“Lesbian/Gay adalah manifestasi preferensi seksual yang berbeda dengan heteroseksual,” katanya ketika dihubungi Gatra beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, psikologi sebagai ilmu yang mempelajari kecenderungan perilaku seseorang. Ilmu ini berupaya memahami aspek-aspek penyebab serta konsekuensi yang dihadapi atas kondisi seseorang, baik pada dirinya sendiri maupun masyarakat sekitar.

“Sedangkan yang disebut penyimpangan seksual itu lain lagi. Contohnya antara lain porn addict, seks dengan kekerasan atau seks sadis, perkosaan, seks pada obyek yang tidak lazim seperti pada binatang dan mayat, atau seks dengan anak-anak di bawah umur,” jelasnya.

Menurutnya, para ahli termasuk psikolog klinis berpegang erat kepada kode etik yang bekerja untuk menyelamatkan kehidupan dan kualitasnya dalam hal ini kesejahteraan psikologis. Dalam prosesnya, para ahli selalu menghargai hak asasi dan kemanusiaan dengan berdasarkan kepada prinsip setiap orang setara di hadapan Tuhan.

“Karena tidak lagi termasuk ke dalam penyimpangan seksual, yang diterapi bukan apakah dia gay/lesbian, melainkan jika ditemukan adanya indikasi gangguan yang menghambat perkembangan dan kualitas hidup yang bersangkutan. Contohnya gangguan kecemasan, rendahnya self esteem, depresi, dan lain-lain,” ucapnya.

2789