Home Hukum Survei IPO: 37% Warga Nilai Pemberantasan Korupsi Berjalan Buruk

Survei IPO: 37% Warga Nilai Pemberantasan Korupsi Berjalan Buruk

Jakarta, Gatra.com – Lembaga survei Indikator Politik Indonesia (IPO) baru saja merilis temuan survei nasional terbarunya pada Rabu, (8/6/2022). Survei tersebut berisi pandangan masyarakat Indonesia mengenai kondisi pemberantasan korupsi terkini di Tanah Air.

Salah satu temuan survei tersebut menunjukkan bahwa mayoritas warga Indonesia menilai proses pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan buruk. Hanya sedikit responden yang menilai proses itu berjalan baik.

Sejumlah 37,2% menilai bahwa pemberantasan korupsi di Tanah Air berjalan buruk. Sementara hanya sejumlah 24% yang menilai proses itu telah berjalan baik. Di sisi lain, sejumlah 30,2% menilai bahwa proses tersebut berjalan biasa-biasa saja.

“Kalau kita lihat berdasarkan ini, jadi lebih banyak yang mengatakan kondisi pemberantasan korupsi sekarang buruk,” ujar Direktur Eksekutif IPO, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers virtual siang ini.

Burhanuddin menyebut bahwa angka di atas lebih tinggi dari angka tren di survei-survei sebelumnya. Pada Februari 2022, sejumlah 33,9% responden menyatakan pemberantasan korupsi buruk dan sempat menurun pada April 2022 menjadi 28,2% sebelum naik lagi pada Mei.

“Perlu ada gebrakan dari lembaga penegakan hukum untuk menunjukkan komitmen tindak pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Burhanuddin juga menyampaikan demografi responden. Dari segi etnisitas, suku Betawi menjadi kelompok etnis tertinggi yang menilai bahwa proses pemberantasan korupsi di Indonesia masih buruk, yakni sebesar 65,1%. Posisi Betawi kemudian disusul oleh suku Madura (63,4%), Bugis (56,1%), Batak (48,1%), Minang (42,6), dan lainnya.

Sementara dari sudut pandang pemeluk agama, umat Islam berada di posisi tertinggi. Sejumlah 38,5% responden Muslim mengatakan pemberantasan korupsi buruk. Sementara hanya sekitar 16,9% pemeluk Katolik/Protestan yang mengatakan demikian. IPO tak merinci angka dari agama lain.

Dari latar belakang pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan, makin tinggi pula penilaian buruk mereka terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Sejumlah 56,2% responden yang berkuliah dan 42,9% yang lulusan SMA menilai demikian.

Sementara dari segi latar belakang pekerjaan, wiraswasta menjadi pihak yang paling buruk menilai pemberantasan korupsi di Indonesia, yakni sebesar 39,6%. Posisi tersebut kemudian diikuti pegawai negeri atau swasta, guru/dosen, dan profesional 49,3% serta masih sekolah/kuliah 51,6%.

Survei ini berlangsung pada 18–24 Mei 2022. Sejumlah 1.213 responden diwawancara. Metode yang digunakan adalah random digit dialing (RDD). Survei ini memiliki margin of error kurang lebih 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.

42