Home Gaya Hidup Nadiem Makarim: Sastra Bukan Sekadar Rentetan Kalimat Berbunga-bunga

Nadiem Makarim: Sastra Bukan Sekadar Rentetan Kalimat Berbunga-bunga

Jakarta, Gatra.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menegaskan bahwa sastra bukan hanya sekadar kata-kata indah dan imajinasi. Hal itu ia ungkap saat memberi sambutan dalam perayaan Hari Sastra Indonesia Ke-9 yang diadakan oleh Badan Bahasa di Jakarta, Sabtu malam, (2/7/2022).

“Sastra bukan hanya susunan kata dan kalimat yang berbunga-bunga. Bukan sekadar fiksi yang membawa kita larut dalam imajinasi belaka. Sejarah telah mencatat bagaimana para sastrawan kita turut berperan dalam membangun semangat kemerdekaan dari penjajahan,” kata Nadiem dalam kata sambutannya.

Nadiem juga menyebut bahwa Hari Sastra Nasional tahun 2022 ini merupakan momentum yang tepat untuk mengenang kembali jasa para sastrawan yang berjasa dalam membangun kebudayaan Indonesia.

Secara spesifik, Nadiem menyebut perayaan Hari Sastra Nasional tahun ini bertepatan dengan 100 tahun kelahiran maestro-maestro kesusastraan Indonesia, yaitu Chairil Anwar dan Mochtar Lubis, yang sama-sama lahir di tahun 1922. Tak lupa juga ia menyebut perayaan tahun ini bertepatan dengan 105 tahun kelahiran kritikus sastra H.B. Yasin.

“Kita bisa mengingat kembali pentingnya peran para tokoh besar dengan membaca, menelaah, dan memaknai ulang karya-karya mereka. Di sanalah kita akan menemukan pemikiran-pemikiran penting untuk kita pelajari untuk membangun Indonesia yang lebih baik,” ujar Nadiem.

Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menegaskan bahwa pihaknya sedang berupaya melindungi bahasa dan sastra Indonesia. Bersama pemda-pemda, katanya, Badan Bahasa memfasilitasi pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa dan sastra lokal.

Aziz menyebut Badan Bahasa akan berfokus pada tiga program prioritas, yaitu penguatan literasi, perlindungan bahasa dan sastra, dan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.

“Sastra Indonesia bukan semata berbicara untuk menyentuh emosi jiwa dan romantisme masa lalu, tetapi juga tentang perspektif serta visi ke depannya untuk menjadi bagian bersama yang lain membangun peradaban manusia,” ujar Aziz.

237