Home Hukum Sirajanabarat se-Jabodetabek Kawal Pengusutan Penembakan Brigadir Yosua

Sirajanabarat se-Jabodetabek Kawal Pengusutan Penembakan Brigadir Yosua

Jakarta, Gatra.com – Pengurus Sirajanabarat se-Jabodetabek menyatakan akan mengawal pengusutan kasus kematian mendiang Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat yang dilakukan Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Yosua meninggal dunia akibat penembakan yang dilakukan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Ketua Umum Sirajanabarat se-Jabodetabek, Saur M. Hutabarat, di Jakarta, Senin (18/7), menyampaikan, untuk mengawal atau memonitor pengusutan kasus yang dilakukan Timsus tersebut, punguan membentuk Tim Hukum Hutabarat.

“Punguan Sirajanabarat se-Jabodetabek mengawal sampai dengan tuntas perkara ini, karena kebenaran dan keadilan harus ditegakkan. Kita percaya intruksi presiden kepada Kapolri akan dilaksanakan dengan setuntas-tuntasnya,” ujar dia.

Pengurus Sirajanabarat se-Jabodetabek menyampaikan sikap tersebut setelah melakukan pertemuan dengan Samuel Hutabarat, ayah kandung dari Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh beberapa advokat marga Hutabarat di Jakarta, Minggu, 17 Juli 2022.

Beberapa pengurus Punguan Sirajanabarat se-Jabodetabek juga hadir dalam pertemuan tersebut, yakni Wem Hutabarat, Robert Ahui Hutabarat, Binsar Hutabarat, Jonathan Hutabarat, Joseph Hutabarat serta Advokat Suhendra Asido Hutabarat, Samuel M.P. Hutabarat, Rihat Hutabarat, Harris Hutabarat, dan beberapa advokat marga Hutabarat lainnya.

Robert Ahui Hutabarat menyampaikan bahwa pertemuan ini sudah direncanakan begitu mengetahui peristiwa tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat karena peristiwa kematiannya terjadi di Jakarta dan sudah menghubungi para advokat marga Hutabarat yang berada di Jakarta, namun baru dapat terselenggara pada hari itu.

“Ini adalah tuntutan dari Punguan Sirajanabarat se-Jabodetabek agar dongan tubu (kawan semarga) turut terlibat membantu saudaranya yang dalam kesusahan dan kesedihan,” ujarnya.

Advokat Samuel M.P. Hutabarat menyatakan, autopsi ulang yang dikawal oleh Timsus bentukan Kapolri harus dilakukan. Ini untuk melakukan pemeriksaan kembali secara menyeluruh atas jenazah Brigadir Yosua. Apalagi, pihak keluarga menyatakan tidak keberatan untuk dilakukan autopsi ulang sehingga nantinya akan terlihat jelas apakah benar telah terjadi penganiayaan terhadap Brigadir Yosua serta diharapkan dapat menuntaskan kasus ini.

Asido Hutabarat yang ditunjuk oleh pengurus punguan sebagai Koordinator Tim Hukum Hutabarat, meyakini bahwa Timsus tersebut akan bekerja secara objektif dan transparan, apalagi melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM. “Mengingat pula peristiwa tewasnya Brigadir Yosua sudah menjadi perhatian masyarakat Indonesia, sehingga kita harus mempercayakan Tim Khusus yang dibentuk Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini dengan akuntabel,” katanya.

Dalam pertemuan tersebut Samuel membeberkan berbagai kejanggalan peristiwa meninggalnya Brigadir Yoshua. Ia menceritakan, menerima kabar bahwa Brigadir Yosua meninggal dunia ketika keluarga tengah berada di Padang Sidempuan, Sumatera Utara (Sumut) pada Jumat, (8/7/2022), sekitar pukul 22.00 WIB.

Saat mendengar kabar itu, hal pertama di pikiran Samuel adalah bahwa Brigadir Yosua Hutabarat gugur saat menjalankan tugas mengawal komandannya karena sepengetahuan keluarga, Brigadir Yosua adalah ajudan seorang jenderal.

Keluarga Brigadir Yoshua pun tiba di rumah duka di kompleks perumahan SD 72 RT 02, Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Sabtu, sekitar pukul 22.30 WIB. Saat itu, jenazah telah berada di sana. Pihak kepolisian meminta Samuel menandatangani penyerahan jenazah Brigadir Yosua.

Samuel menolak karena belum melihat mayat, namun tetap diminta untuk menandatangani dengan alasan sudah diautopsi dan kalau dibuka formalinnya habis. Samuel pun menyampaikan, jika tidak dibuka maka tidak akan tanda tangan. Akhirnya, permintaan itu diperbolehkan, tapi jangan membuka baju mendiang.

Samuel menyampaikan, anaknya mati karena ditembak sehingga dia perlu untuk melihatnya. Ternyata, Yosua meninggal bukan hanya ditembak, namun terlihat penganiayaan, yakni bagian perut membiru dan memar, terdapat luka di jari serta patah, luka seperti bekas sayatan benda tajam, mata sebelah kanan ada luka sayatan, di hidung dan bibir ada luka dan bekas jahitan, sampai rahang bergeser, dan kaki kanan bengkok tidak bisa lurus. “Ini bukan tembak menembak tapi penganiayaan,” kata Samuel.

Ia juga menyampaikan sejumlah keanehan atau kejanggalan lainnya. Menurut pihak kepolisian, tembak menembak terjadi dengan jarak 5–7 meter, Yosua menembak 7 kali tidak ada yang kena, Bharada E kemudian menembak 5 kali dan semua kena. “Masa anak saya nembak jarak dekat tidak kena, padahal lebih senior. Anak saya itu adalah salah satu penembak jitu,” ujarnya.

Anehnya lagi, lanjut Samuel, tidak ada CCTV di rumah jenderal yang biasanya ketat. Harusnya ada CCTV yang dapat memperlihatkan peristiwa tembak menembak. “Belum lagi 3 HP Yosua tidak ditemukan, apa sengaja dihilangkan?” katanya.

Menurut Samuel, Yosua sudah meninggal dengan cara yang tragis namun ditambah lagi kesedihan adalah keluarga meminta untuk dapat dilakukan upacara Kepolisian dalam pemakaman jenazah Bigadir Yosua Hutabarat namun disampaikan tidak dapat dilaksanakan karena administrasi tidak lengkap. “Kalau administrasi tidak lengkap mana mungkin bisa dibawa mayatnya,” ujarnya.

Pihak keluarga mendiang Brigadir Yosua Hutabarat mengharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Sigit Prabowo untuk menuntaskan perkara yang menimpa almarhum Yosua.

Samuel Hutabarat menambahkan, pesan Menkopolhukam Prof Mahfud MD yang mengatakan kalau mau menangkap tikus jangan lumbungnya dibakar. Menurutnya, itu adalah pemikiran seorang profesor yang patut dicermati apalagi ahli-ahli yang berpikir sudah bisa mencermati ini.

“Kiranya tim yang dibentuk Kapolri bekerja setulus hati dan membuka terang benderang tanpa ada rekayasa di balik ini semua agar persoalan ini bisa terbuka seterang-terangnya di hadapan publik karena secara kasat mata begitu janggal. Ini bukan soal tembak menembak tapi penganiayaan menurut luka-luka fisik almarhum,” katanya

5059