Home Regional Paksa Siswi Berjilbab, Guru SMAN di Bantul Tak Sadar Dampak Buruk ke Psikologi Siswi

Paksa Siswi Berjilbab, Guru SMAN di Bantul Tak Sadar Dampak Buruk ke Psikologi Siswi

Sleman, Gatra.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan fakta bahwa tekanan penggunaan jilbab ke siswi di SMAN 1 Banguntapan dilakukan secara masif oleh guru. Hal ini berlangsung sejak awal pembelajaran di tahun ajaran baru.

Temuan ini diungkapkan Kepala ORI Daerah Istimewa Yogyakarta Budhi Masturi usai meminta keterangan dua guru SMAN 1 Banguntapan terkait kasus pemaksaan jilbab ke siswi baru kelas X, Rabu (3/8) di kantornya.

Hari ini ORI memintai keterangan dari koordinator guru BK dan guru BK kelas secara terpisah. Kamis (4/8) besok, wali kelas dan guru agama juga diminta hadir ke kantor ORI DIY.

“Jadi siswi ini merasa tidak nyaman di sekolah mulai Jumat (19/7) yang disebabkan adanya pertanyaan dari banyak guru kenapa tidak berjilbab. Hal ini kemudian menjadi bahan pembicaraan di sekolah,” kata Budhi.

Pada Sabtu (20/8), bersama wali dan guru BK kelas, siswi ini kemudian diantar bertemu koordinator guru BK. Meski siswi sudah menyampaikan ketidaknyamanan dan ketidaksiapan berjilbab, koordinator guru BK tetap mencontohkan pemakaian jilbab dengan memaksakan ke siswi.

“Meski masih terus mengikuti pembelajaran usai pemaksaan itu di hari-hari berikutnya, siswi ini mengalami tekanan dan ketidaknyamanan selama di sekolah. Puncaknya, pada Sabtu (26/8), siswi ini dilaporkan tidak di kelas yang kemudian ditemukan menangis lama di kamar mandi,” jelasnya.

Menurut Budhi, kasus ini mencuat karena para guru SMAN 1 Banguntapan tidak menyadari dampak psikologis penggunaan paksa jilbab ke siswi. Meski menyetujui menggunakan jilbab, persetujuan lisan dan anggukan disampaikan siswi dengan lemah.

ORI juga telah membandingkan peraturan penggunaan seragam SMAN 1 Banguntapan dengan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang ketentuan seragam sekolah.

Dari selebaran yang dikeluarkan sekolah, penggunaan seragam wajib mulai Senin-Sabtu bagi siswi hanya ada dua pilihan, yakni siswi muslim menggunakan jilbab dan non-muslim tanpa jilbab, itupun dengan kain seragam yang secara khusus dikeluarkan sekolah.

“Padahal Permendikbud mengatur pilihan seragam ada tiga, lengan pendek, rok pendek selutut, rok panjang, dan jilbab. Siswa dibebaskan memilih pemakaian seragam, jika sekolah melanggar Permendikbud ini maka terkena sanksi,” ucap Budhi.

Meski mengapresiasi solusi jangka pendek dengan memindahkan sekolah siswi, Budhi mengatakan sudah saatnya pemerintah daerah melalui Disdikpora mencermati sungguh-sungguh semua aturan penggunaan seragam di SMA.

Dalam rilisnya, anggota DPRD DIY Eko Suwanto meminta Pemda DIY menonaktifkan Kepala SMAN 1 Banguntapan Agung Istianto dan oknum guru yang memaksa penggunaan jilbab.

“Diharapkan, penonaktifan menjaga objektivitas masalah ini selama pemeriksaan dan pendalaman. Penonaktifan ini karena mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan pasal 29 UUD 1945 dan Pasal 5 UU Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012 tentang menjaga kebhinekaan DIY,” kata Eko.

143