Home Hukum Survei Indikator: Kasus Sambo Perburuk Persepsi Masyarakat Soal Penegakan Hukum Indonesia

Survei Indikator: Kasus Sambo Perburuk Persepsi Masyarakat Soal Penegakan Hukum Indonesia

Jakarta, Gatra.com – Kasus kematian Brigadir J yang melibatkan Irjen Polisi Ferdy Sambo rupanya telah menyebabkan persepsi publik terhadap penegakan hukum di Indonesia memburuk. Hal itu tergambar dalam hasil survei Lembaga Indikator Politik berjudul Persepsi Publik Terhadap Kasus Sambo: Antara Penegakan Hukum dan Harapan Warga”, yang dirilis pada Kamis (25/8) ini.

Untuk diketahui, survei itu dilakukan dengan target populasi warga negara Indonesia berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon maupun ponsel, dengan total populasi sekitar 83% dari total populasi nasional. Dengan teknik random digit dialing (RDD), sampel sebanyak 1229 responden pun dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.

Dalam survei yang dilakukan pada Agustus 2022 tersebut, sebanyak 37,7% responden menjawab bahwa penegakan hukum di Indonesia saat ini buruk ataupun sangat buruk. Sementara itu, 29,5%-nya menjawab bahwa penegakan hukum di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau bahkan sangat baik, dan 6,4% lainnya menyatakan tidak tahu ataupun tidak menjawab.

Persentase persepsi buruk tersebut meningkat cukup signifikan dibanding survei dengan topik serupa pada Juli 2022 silam, sebelum isu kematian Brigadir J menjadi santer di publik. Saat itu, hanya 25,8% responden yang menganggap penegakan hukum di Indonesia buruk.

“Jadi isu (Ferdy) Sambo ini membuat persepsi publik terhadap penegakan hukum itu memburuk,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi, dalam agenda perilisan hasil survei Indikator bertajuk “Persepsi Publik terhadap Kasus Sambo: Antara Penegakan Hukum dan Harapan Warga”, Kamis (25/8).

Burhanuddin pun menyebut bahwa saat ini, masyarakat menjadi terlalu fokus dengan kasus tersebut. Hal ini membuat perhatian publik teralihkan, sehingga isu-isu lain yang diselesaikan oleh lembaga penegakan hukum yang lain pun ikut terdampak.

Seiring dengan itu, survei Indikator Politik tersebut juga menemukan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian pun ikut menurun ke angka 54,2%. Padahal, institusi kepolisian menempati posisi pertama sebagai institusi penegakan hukum yang paling dipercaya publik pada suvei tahun lalu.

Dengan demikian, saat ini, kepolisian pun hanya dapat menempati posisi ketiga dari tiga institusi yang ditanyakan dalam survei. Kedua institusi lainnya adalah Kejaksaan Agung yang menempati posisi pertama dengan 63,4%, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan 58,8%.

“Artinya, trust (kepercayaan) publik itu tidak statis. Sangat dinamis, dipengaruhi oleh persepsi mereka atas kinerja dan isu yang terkait dengan masing-masing lembaga,” jelas Burhanuddin.

Kendati demikian, Burhanuddin menjelaskan bahwa survei tersebut dilakukan sebelum Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menetapkan Irjen Polisi Ferdy Sambo sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022 silam.

Burhanuddin pun menduga, tingkat kepercayaan tersebut bisa menukik lebih tajam lagi, apabila survei dilakukan pada akhir Juli ataupun awal Agustus 2022 lalu, ketika langkah tersebut belum Kapolri ambil.

Lebih jauh lagi, hasil studi itu memaparkan bahwa 54,7% orang dari keseluruhan responden yang mengaku mengetahui adanya kasus tersebut. Dari angka tersebut, sebanyak 57,3% orang percaya bahwa pihak kepolisian akan menyelesaikan kasus tersebut secara jujur dan adil. Sementara itu, survei tersebut juga mencatat bahwa 65,7% responden yang mengetahui kasus tersebut mengaku percaya dengan pernyataan Kapolri yang menegaskan bahwa ia akan mengusut tuntas kasus tersebut.

“Jadi mereka lebih percaya pada Pak Kapolri sebagai person (sebagai pribadi), ketimbang, mohon maaf ya, institusi polisinya. Jadi, mungkin mereka, responden ini, itu melihat polisi ini belum satu komando. Karena gap-nya lumayan, 65,7% dibanding 54,7%. Itu gap-nya lumayan,” jelas Burhanuddin.

Ia memandang, hasil survei ini menjadi tugas bagi Kapolri untuk menyatukan dan menyelaraskan institusi kepolisian di bawah satu komando dalam menyelesaikan kasus tersebut. Menurutnya, apabila Kapolri sukses dalam mengambil langkah tersebut, maka kepercayaan publik terhadap kepolisian pun akan kembali meningkat.

Lebih lanjut, Burhanuddin mengatakan bahwa seharusnya pihak kepolisian menaruh perhatian pada kemerosotan angka kepercayaan publik. Pasalnya, dalam kajian ilmu politik, seperti disampaikan oleh Burhanuddin, persepsi publik memegang peran penting dalam menentukan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

“Mengapa? Kalau masyarakat ‘trust’-nya tinggi, itu memudahkan buat institusi atau instansi negara, menjalankan kebijakan mereka, tapi kalau ‘trust’ rendah, jangankan kebijakan yang tidak benar, kebijakan yang benar pun tidak dipercaya sama masyarakat.”

Oleh karena itu, Burhanuddin pun mengatakan bahwa instansi-instansi pemerintahan perlu menjaga kepercayaan publik, agar tidak merosot hingga di bawah angka 50%. Pasalnya, hal itu disinyalir dapat menjadi bom waktu yang pada akhirnya menjadikan masyarakat akhirnya tidak percaya pada langkah yang diambil oleh suatu lembaga negara.

694