Home Hukum Kejari Jakpus: Keterangan Oke Nurwan Perkuat Dakwaan JPU Kasus Ekspor CPO

Kejari Jakpus: Keterangan Oke Nurwan Perkuat Dakwaan JPU Kasus Ekspor CPO

Jakarta, Gatra.com – Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Bani Immanuel Ginting, mengatakan, keterangan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Dagri Kemendag), Oke Nurwan, memperkuat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.

Bani dalam keterangan tertulis diterima pada Sabtu (1/10), menyampaikan, saksi Oke menyampaikan keterangan dalam persiangan perkara dugaan korupsi pemberian persetujuan ekspor CPO dan turunannya pada Januari 2021–Marer 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/9).

Menurut Bani, Oke menerangkan bahwa kelangkaan minyak goreng (migor) dalam negeri karena distribusi kebutuhan dalam negeri yang kurang. Dia juga menerangkan bahwa data yang ada di dalam dashboard Kemendag bersumber dari para eksportir bukan dari hasil pengawasan DMO di pasaran maupun di distributor.

“Di dalam dashboard terlihat ada penyaluran DMO tetapi kondisi di pasar tidak tersedia minyak goreng di seluruh Indonesia, apabila tersedia minyak goreng tersebut dijual dengan harga yang sangat mahal,” ujarnya.

Dalam persidangan tersebut, lanjut Bani, Tim JPU Kejari Jakpus menghadirkan dua orang saksi lainnya, yakni Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim; dan PNS Kemendag, Arif Sulis Tiyo.

“Saksi Oke Nurwan dan saksi lainya yang sudah didengar keterangannya telah mendukung pembuktian surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya.

Baca Juga: Mantan Dirjen Dagri Ungkap Penyebab Kelangkaan Migor

Untuk persidangan selanjutnya, kata Bani, dijadwalkan akan dilanjutkan pada hari Selasa, 4 Oktober 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejari Jakpus.

Dalam perkara ini, Tim JPU Kejari Jakpus mendakwa Indra Sari Wisnu Wardhana, Pierre Togar Sitanggang, Master Parulian Tumanggor, Stanley, dan Weibinanto Halimdjati alis Lin Che Wei melakukan korupsi dalam pemberian persetujuan ekspor CPO dan turunannya pada Januari 2021–Marer 2022.

Mereka diduga melakukan korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor CPO dan turunannya kepada eksportir yang tidak memenuhi kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Dalam SIPP PN Jakpus, JPU menyampaikan bahwa terdakwa Weibinanto Halimdjati Alias Lin Che Wei selaku Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, sejak Januari 2022–Maret 2022 bertempat di Gedung 1 Kemendag telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara bersama-sama.

Lin Chen Wei melakukan perbuatan bersama-sama dengan Indra Sari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, dan Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas.

“Masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah, secara melawan hukum, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” demikian JPU.

Korporasi yang dimaksud, yakni perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp1.693.219.882.064 (Rp1,6 triliun).

Kemudian perusahan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas, yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas–Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp626.630.516.604 (Rp626,6 miliar).

Baca Juga: Lin Che Wei dan Empat Terdakwa Kasus Korupsi Minyak Goreng Jalani Sidang Perdana di PN Jakpus

Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau, yaitu PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp124.418.318.216 (Rp124,4 miliar).

Perbuatan mereka memperkaya sejumlah korporasi atau perusahaan di atas merugikan Keuangan Negara atau perekonomian negara yaitu merugikan Keuangan Negara sejumlah Rp6.047.645.700.000,00 (Rp6 triliun lebih) dan merugikan Perekonomian Negara sejumlah Rp12.312.053.298.925,00 (Rp12,3 triliun.

Akibat perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara sekitar Rp18 triliun, terdiri dari kerugian keuangan negara sebesar Rp6 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp12 triliun.

JPU mendakwa mereka melanggar dakwaan primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

378

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR