Home Nasional Pendekatan Pelumpuhan dan Pengusutan Komando Jadi Catatan dalam Tragedi Kanjuruhan

Pendekatan Pelumpuhan dan Pengusutan Komando Jadi Catatan dalam Tragedi Kanjuruhan

Jakarta, Gatra.com- Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) lalu membuat berbagai pihak meminta pengusutan tuntas. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan bahwa pendekatan pelumpuhan yang diambil oleh pihak kepolisian dalam menangani massa seharusnya tidak dilakukan.

"Harusnya pendekatan awal yang digunakan Panitia Pelaksana dan pihak yang mengizinkan pertandingan berjalan,  bukanlah dengan metode keamanan dalam negeri yang menggunakan alat  melumpuhkan dan menggunakan gas air mata. Itu metode pelumpuhan, metode menyerang. Dari awal sudah salah," ujarnya pada konferensi pers yang digelar Public Virtue Research Institute, Rabu (5/10).

Julius menerangkan bahwa secara umum, dalam konteks kerumunan suporter pertandingan sepak bola, kerumunan tidak terkonsentrasi. Selain itu, sifat kerumunan adalah kerumunan yang bukan dapat mengancam keselamatan atau jiwa, baik orang di sekitarnya ataupun aparat kepolisian. Julius juga menyebutkan bahwa kerumunan yang ada dalam satu tempat, seandainya berpotensi merusak, tidak akan merusak fasilitas publik. Alasan ini seharusnya menjadi dasar bagi pihak pengamanan untuk tidak melakukan pendekatan yang bisa melumpuhkan, bahkan mematikan.

Seperti diketahui sebelumnya, pertandingan Arema vs Persebaya berakhir dengan memakan korban jiwa. Suporter yang masuk ke lapangan ditindak secara berlebihan oleh pihak pengamanan, yang berujung pada penembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.

Julius menjabarkan bahwa mengenai situasi dan kondisi di lapangan, perlu dipertanyakan kenapa gas air mata ditembakkan ke arah tribun. Secara prosedur, ia juga menanyakan apakah sebelum ditembakkan sudah dilakukan tahapan dinamisasi massa dengan penggiringan keluar, sikap persuasif, serta pemberian peringatan secara verbal kepada massa. Namun, dari gambaran dalam video yang beredar, justru penembakkan gas air mata langsung dilakukan dan diarahkan ke tribun penonton.

"Gas air mata ditembakkan langsung ke badan penonton, itu sudah jelas tujuannya bukan mlumpuhkan tapi melukai. Ketika ditembakkan secara masif dan itu mengarah ke penonton, ada unsur kesengajaan yang dikomandoi. Saya tidak melihat mereka saling berkomunikasi satu sama lain, seolah mereka bergerak serentak," paparnya.

Pengamanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian maupun TNI menurut Julius perlu ditelusuri terkait komando. TNI tidak bisa memgomandoi polisi, pun polisi tidak bisa mengomandoi TNI. Julius mengatakan bahwa komando du atasnya perlu ditelusuri lebih jauh lagi.

"Ada keserentakan dalam menindak, yang belum diketahui apakah ini ada komandonya. Apakah ada komando di atasnya? Atau masing-masing masing dikomandoi siapa di pucuk pimpinan," ucapnya

Julius meminta negara harus turun tangan dalam mengusut adanya komando atau tidak. Pertanggungjawaban yang dilakukan juga bukan hanya pidana apalagi etik belaka, melainkan perlu melihat adanya konteks pelanggaran HAM yang harus diusut. Selain itu, ia meminta bahwa sejak saat ini, pendekatan pelumpuhan tidak beh diterapkan lagi di dalam stadion. Menurutnya, kerumunan sipil olahraga harus bersih dari kekerasan.

301