Home Nasional Rektor UI: Presidensi G-20, Indonesia Punya Modal Politik Bebas Aktif Hadapi Krisis Global

Rektor UI: Presidensi G-20, Indonesia Punya Modal Politik Bebas Aktif Hadapi Krisis Global

Jakarta, Gatra.com – Universitas Indonesia (UI) menggelar seminar Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) bertajuk “Kolaborasi/Kepemimpinan G20: Konektivitas dan Rantai Pasokan Global” di Kampus UI, Depok, Jawa Barat pada Selasa (12/10).

Dalam kesempatan itu, Rektor UI Prof. Ari Kuncoro menyatakan, G20 merupakan kolaborasi yang bertujuan menentang supremasi dan Indonesia memiliki modal politik bebas aktif dengan daya ungkit pertumbuhan ekonomi 5,44% untuk menghadapi krisis global.

Prof. Ari memaparkan, istilah Rantai Pasokan Global ditandai dengan berakhirnya Perang dingin antara negara-negara Blok Barat dengan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet pada 1991. Menurutnya, saat itu semangat dunia adalah semangat kerja sama. Dari segi teori ekonomi, kerja sama tersebut memungkinkan adanya pembagian tugas --konsep Division of Labor-- antara negara, sehingga biaya ongkos produksi bisa diturunkan.

Meski demikian, keadaan itu menurut Prof. Ari memiliki kelemahan. “Kalau situasinya baik-baik saja, maka dengan tenang suatu negara bisa mengandalkan supply gas dari negara lain. Apa yang terjadi kemudian? Ketika sudah saling tergantung, kemudian terjadi pertengkaran,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prof. Ari menyampaikan pada 25 Februari 2022 terjadi kejutan dari rantai pasokan global, di mana perubahan tersebut terjadi mendadak. “Dari globalisasi menjadi deglobalisasi. Semua saling menghukum. Semua saling mengisolasikan satu sama lainnya,” kata pakar ekonomi makro tersebut.

Ari menambahkan posisi Indonesia dalam keadaan krisis saat ini punya modal tersendiri, yakni politik bebas aktif. “Bebas bukan netral dan aktif ikut mengusahakan perdamaian dunia. Kata bebas itu sangat tepat, mengapa? Dalam statistika, menggunakan kebijakan Median Policy berarti tidak harus netral (di tengah) tapi cari yang median,” ucapnya.

“Ini sangat penting, karena Indonesia mempunyai leverage, selain (event) G20, ada leverage lainnya antara lain termasuk kaya Sumber Daya Alam, punya kelas menengah, punya daya beli, dan terlibat di rantai pasokan internasional,” ia menambahkan.

Ia menyebut satu hal menarik, yaitu G20 memberikan kesempatan kepada negara-negara di dunia untuk “berkepala dingin” dalam mengatasi kerawanan pangan. Di akhir pemaparannya, Prof. Ari mengungkapkan keuntungan Indonesia dalam rantai pasokan global.

Pertama, Indonesia tidak perlu full lock down karena punya kapasitas produksi, yaitu ekspor minyak sawit, besi dan baja, dan spare part. Kesempatan itu bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperkenalkan diri kepada dunia dan ikut membantu menekan inflasi dunia.

Dalam seminar tersebut, PPRA LXIV Lemhanas RI mengangkat empat arus utama, yaitu krisis energi di tengah perubahan iklim, arsitektur kesehatan global, ketahanan pangan/bagaimana komitmen negara-negara di dunia untuk mengatasi kerawanan pangan, dan cip semikonduktor sebagai bahan baku utama untuk transformasi digital.

PPRA LXIV Lemhanas RI juga mengajukan lima rekomendasi terkait kepentingan nasional. Pertama, Indonesia perlu memfasilitasi dialog antara otoritas dan operator jalur utama terkait energi agar dapat dicapai untuk energi modern yang handal, terjangkau, dan berkelanjutan. Kedua, perlunya peningkatan nilai pembiayaan bagi pengembangan dan pemanfaatan biodiversity yang berkelanjutan untuk menyokong green dan blue economy.

Ketiga, Indonesia perlu memastikan vaksin global untuk masyarakat rentan dengan menginisiasi menjadi salah satu regional hub produsen vaksin untuk menyokong pasokan vaksin global. Keempat, memaksimalkan forum G20 untuk mempromosikan kepentingan ekonomi dan memisahkan persoalan politik dari isu ekonomi. Kelima, Indonesia perlu mendorong diversifikasi mitra perdagangan cip semikonduktor.

Dalam pidato sambutannya, Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto berharap, seminar tersebut memberi kontribusi pemikiran bagi agenda G20. Ia menyampaikan bahwa seminar ini merupakan tugas PPRA LXIV sebagai bagian akhir dari studi selama tujuh bulan mengikuti pendidikan kepemimpinan strategis. Menurutnya, G20 kali ini tercatat sebagai G20 tersibuk karena berupaya membuat dunia cepat pulih dari resesi ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19 dan dinamika geopolitik. Ia mengutip arahan presiden Joko Widodo di HUT ke-77 TNI bahwa dunia menghadapi tiga krisis, yaitu krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial.

Prof. Ari Kuncoro (Doc. UI)

Andi menyampaikan jawaban dari ketiga krisis tersebut yang sudah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI pada Sidang Umum PBB di New York tahun ini. Pada Sidang PBB, Menlu RI Retno Marsudi menawarkan tiga solusi, yaitu 1) ayo tinggalkan zero-sum, beralih menjadi positive-sum; 2) ayo tinggalkan upaya untuk saling mengisolasi/ marginalisasi antarnegara, mari kita lakukan pelibatan/engagement; dan 3) ayo tinggalkan kompetisi/rivalry/permusuhan, mari menuju kolaborasi.

“Bagaimana kita berinteraksi secara positif antarnegara, mengandalkan pelibatan aktif, dan mengandalkan kolaborasi, sehingga semoga tema seminar PPRA LXIV Lemhanas RI ini bisa menjadi tawaran solusi untuk mencegah dunia masuk ke krisis yang lebih dalam,” ujar Andi.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini dunia dihadapkan pada tantangan 5 C, yaitu Covid-19, konflik Ukraina, Climate Change, tingginya Comodity Price, dan tingginya Cost of Living yang mengakibatkan inflasi. Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat memberikan solusi pada permasalahan global dan memastikan soliditas G20 guna mencapai hasil konkret di tengah tantangan global yang saat ini sedang dihadapi.

Empat prioritas utama yang diusung pada Presidensi G20 Indonesia, yaitu memperkuat arsitektur kesehatan global, mendukung transformasi ekonomi berbasis digitalisasi, mendorong transisi energi yang adil dan terjangkau, serta menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan.

107