Home Hukum KY: Pemilihan Kembali Hakim Agung Bisa Berdampak pada Pengawasan

KY: Pemilihan Kembali Hakim Agung Bisa Berdampak pada Pengawasan

Jakarta, Gatra.com - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), mengatakan bahwa proses pemilihan hakim agung berdampak langsung dalam proses pengawasan. Hal ini terjadi bila proses pemilihan dilakukan lagi akibat adanya penolakan calon yang diusulkan.

"Dalam 2 kali seleksi, calon hakim agung dan hakim ad hoc yang dilakukan, tidak semua calon yang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu disetujui. Padahal, bisa kita lihat tahapan seleksi memakan waktu berbulan-bulan," ujarnya Jubir KY, Miko Ginting, dalam audiensi KY bersama Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Jumat (14/10).

Baca Juga: Komisi Yudisial janji Awasi Jalannya Sidang Kasus Brigadir J

Miko menjelaskan bahwa dalam tahapan seleksi hakim KY berlangsung selama sekitar 6 bulan. Kompetensi terus diperbarui, bahkan wawancara terbuka untuk mengundang publik sedang dibahas. 

Menurutnya, ini merupakan penghargaan dan upaya terkait menjaga akuntabilitas hakim yang dipilih. Saat ini, seleksi calon hakim agung dan calon hakim agung ad hoc sudah melewati seleksi administrasi, dan masuk tahap seleksi kualitas di pekan depan.

Miko menuturkan bahwa ketika terjadi penolakan calon yang diusulkan, maka berdampak pada kebutuhan Mahkamah Agung dalam menangani perkara. Selain itu, seleksi ulang yang dilakukan akan berdampak langsung pada anggaran di dalam KY.

Baca Juga: Komisi Yudisial Tidak Siapkan Safe House untuk Hakim Kasus Kematian Brigadir J

"Dalam satu tahun misalnya, target kinerja kita 5 calon hakim agung melalui 1 seleksi. Ketika misalnya DPR menolak calon hakim agung, kita harus melakukan seleksi ulang yang tidak masuk dalam perencanaan. Dampaknya pada anggaran. Anggaran mana yang diambil untuk seleksi ulang? Dari pemantauan, pengawasan," paparnya.

Ia mengatakan bahwa seleksi hakim agung yang tidak diterima juga berdampak ke kinerja KY dalam melakukan pengawasan. Menurutnya, ini perlu menjadi catatan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, Miko juga mengungkapkan bahwa dalam upaya KY mensejahterakan hakim, posisi di dalam KY sendiri kurang strategis untuk mengusahakannya secara maksimal.

"Kita agak ironis juga, kesejahteraan KY, pegawai terbaik KY banyak yang keluar. Ini bukan hanya soal nominal tapi proporsional dengan beban kerja. Tunjangan kinerja KY sejak 2015 tidak diperbarui," ucapnya.

Baca Juga: Komisi Yudisial Nilai Perlindungan Hakim Perlu Diterapkan dalam Kasus Apapun

Menurutnya, saat ini pegawai KY hanya ada sekitar 200 orang dengan kewajiban, melihat sekitar 8.000 hakim dan 950 satuan kerja. Dalam bertugas menjaga kehormatan hakim, kewenangan seadanya dan balasan yang didapat harus ditelaah kembali agar fungsi KY bisa terlaksana secara maksimal.

"Tidak hanya dari sisi regulasi, tapi juga soal bagaimana memberi penghargaan yang layak ke orang yang diberi mandat menjaga peradilan," katanya.

216