Home Hukum Bekas Menantu Akui Jaminkan Tanah dan Ponpes ke BPR, Hutang Rp300 Juta jadi Rp1,4 Miliar

Bekas Menantu Akui Jaminkan Tanah dan Ponpes ke BPR, Hutang Rp300 Juta jadi Rp1,4 Miliar

Purworejo, Gatra.com- Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Agus Mutholib pemilik tanah dan Ponpes Minhajuth Tholibin yang dilelang PT BPR Danagung Bakti Sleman, DIY, hampir berakhir.
 
Majelis Hakim (MH) Pengadilan Negeri (PN) Purworejo, Jawa Tengah, melakukan sidang pemeriksaan setempat di lokasi Pondok Pesantren Minhajuth Tholibin Desa Dadirejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah kemarin.
 
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh pengacara penggugat, Thahjono, Sabtu (15/10), sidang pemeriksaan setempat tersebut dipimpin langsung Ketua MH Santonius Tambunan. Majelis Hakim yang diketuai Santonius menghadirkan penggugat didampingi pengacara, tergugat PT BPR Danagung Bakti dan para turut tergugat.
 
"Sidang pemeriksaan setempat perkara nomor: 42/Pdt.G/2017/Pn.Pwr tujuannya untuk melihat sengketa yang dipermasalahkan oleh para pihak yang bersengketa dalam perkara tersebut. Ini merupakan rangkaian yang harus perlu kita jalani, untuk memastikan dan meyakinkan Majelis bahwa objek yang dipermasalahkan itu memang betul-betul ada dan tidak mengada-ada," terang Santo.
 
Lebih lanjut, Wakil Kepala PN itu menjelaskan, untuk agenda sidang berikutnya adalah kesimpulan akan digelar Kamis (20/10) mendatang. setelah itu baru putusan.
"Ya..kurang lebih masih ada dua kali persidangan lagi," tuturnya.
 
Sementara itu, Tjahjono, pengacara penggugat kembali menceritakan bahwa, perkara ini bermula dari tanah dan bangunan  pondok pesantren itu dijadikan jaminan bekas menantu penggugat (Purwanto, turut tergugat 1) di PT BPR Danagung Bakti.
 
"Kemudian setelah berjalannya waktu usaha Purwanto kolaps dan intinya macet begitu. Kemudian pada tahun 2015 terjadilah pelelangan tanah ini yang dimenangkan oleh Rismiyadi (turut tergugat 2)," ucap Tjahjono.
 
Namun setelah lelang, penggugat kemudian menemukan bahwa dokumen-dokumen lelang dipalsukan. Perkara pemalsuan itu telah inkracht
 
"Dokumen yang dipalsukan yakni SKMHT dan APHT tahun 2010, dan hal tersebut sudah kami laporkan ke Polda DIY dan sudah dijatuhi hukuman karena terbukti memalsukan tanda tangan Agus Muntholib dan istrinya," ungkap Tjahjono.
 
Pondok Pesantren milik penggugat dibangun pada tahun 1990 dan ornamen-ornamen didirikan pada tahun 2005. Sementara survei dari PT BPR Danagung Bakti baru dilakukan tahun 2007.
 
"Menurut Undang-undang Hak Tanggungan bahwa jelas dinyatakan bangunan pondok atau tempat peribadatan keagamaan, agama apa pun tidak boleh dipasang hak tanggungan intinya seperti itu," beber Tjahjono.
 
Turut tergugat 1, Purwanto yang menjaminkan tanah dan bangunan Ponpes tersebut mengakui bahwa, di atas tanah yang disengketakan benar-benar sudah berdiri Ponpes, musala serta atribut dan papan nama Ponpes.
 
"Jadi dari awal saat tanah ini untuk agunan di BPR Danagung Bakti semua bangunan ini sudah ada. Karena pondok pesantren dibangun tahun 1990," kata Purwanto.
 
Dirinya berharap, saat putusan nanti Majelis Hakim akan bertindak adil setelah tahu bahwa di tanah sengketa itu telah berdiri sebuah pondok pesantren.
 
"Hutang nanti tetap saya bayar sesuai dengan kemampuan, Jati Indah dinyatakan kolaps seharusnya bank menagih ke kurator dan saya merasa dirugikan, hutang sekitar Rp300 juta namun dinyatakan kurang lebih Rp 1,4 miliar," katanya.
332