Home Hukum Belum Ada Tersangka Tower PLN, Kejagung Periksa Petinggi Gunung Steel Construction

Belum Ada Tersangka Tower PLN, Kejagung Periksa Petinggi Gunung Steel Construction

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) tahun 2016 sekitar Rp2,5 triliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (24/10), menyampaikan, pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti, di antaranya terus memeriksa saksi-saksi.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujarnya.

Untuk hari ini, kata Ketut, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung memeriksa satu orang saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi di PLN pada tahun 2016 tersebut.

“Saksi yang diperiksa yaitu AGWS selaku Direktur PT Gunung Steel Construction,” kata Ketut.

Baca Juga: Kejagung Periksa Kadiv SCM PLN soal Korupsi Tower Transmisi Rp2,2 T

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta pada Senin (25/6/2022), menyampikan, Kejagung? mulai menyidik kasus dugan korupsi pengadaan tower transmisi PLN berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Adapun kasus posisi dalam perkara ini, yaitu PT PLN (Persero) pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.

Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Burhanuddin menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.

“Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” ujarnya.

Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

“PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” ujarnya.

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (Persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

PT PLN (Persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi ±10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.

“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum,” ujarnya.

Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tersebut, lanjut Burhanuddin, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan, yakni menggeledah tiga lokas, yaitu PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH.

Baca Juga: Kejagung Periksa 3 Mantan GM PLN Sumbagsel soal Korupsi Tower Transmisi Rp2,2 Triliun

“Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT PLN (Persero),” katanya.

Terkait penyidikan kasus ini, Direktur Operasional PT Bukaka, Saptiastusi Hapsari, mengajukan permohan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (12/9/2022). Termohon dalam perkara ini adalah Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung.

Dalam permohonan praperadilan bernomor: 83/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. sebagaimana tertera di SIPP PN Jaksel tersebut, pihak Saptiastusi meminta PN Jaksel menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan untuk seluruhnya.

Kemudian, menyatakan tindakan termohon, yakni penyelidikan dan penyidikan adalah cacat hukum dan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian pula penggeledahan yang dilakukan termohon terhadap perusahaan atau rumah pemohon adalah cacat hukum dan tidak sah.

“Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN,” demikian salah satu petitum pemohon.

233