Home Nasional Ahli Nuklir: Pembangunan PLTN Lama, Begini Urutannya

Ahli Nuklir: Pembangunan PLTN Lama, Begini Urutannya

Jakarta, Gatra.com - Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama, Suparman, mengatakan bahwa proses perizinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memerlukan proses yang tidak sebentar sehingga perlu ditentukan hal-hal terkait pembangunannya dalam upaya penerapan energi baru terbarukan (EBT).

"Yang lebih lama itu proses perizinan. Ada izin tapak, izin konstruksi. Izin tapak setelah selesai menentukan tapak, kemudian melakukan evaluasi, perlu 3-4 tahun persiapannya," jelasnya dalam diskusi bertajuk "Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Pencapaian Net-Zero Emission" yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (24/10).

Baca juga:  Sebut KIB Sudah Punya Tiket Premium, Airlangga Ajak Parpol Lain Gabung

Sejauh ini, Suparman menuturkan bahwa sudah ada beberapa daerah di Indonesia yang ditetapkan sebagai daerah layak bangun PLTN. Berdasarkan persyaratan yang ditetapkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), beberapa daerah seperti Jepara, Banten, Bangka, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Timur termasuk ke dalam daerah yang siap untuk dibangun PLTN. Selain itu, walaupun di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang bisa dilihat sebagai kawasan gempa, namun pihaknya sempat melakukan survei dan menemukan beberapa tempat yang terlepas dari bahaya itu.

Terkait pengamanan, Suparman menyebutkan bahwa kajian di daerah tapak dilakukan baik dari internal maupun eksternal. Eksternal di dalamnya, termasuk bagaimana mengantisipasi ancaman teroris. Selain itu, antisipasi juga dibuat dalam situasi perang, pesawat jatuh, misil jatuh, sehingga penentuan tapak menjadi hal yang krusial.

Baca juga: Demokrat Tegaskan Komunikasi dengan PKS dan NasDem Semakin Intens

"Jadi di sini kita lakukan tapak ini dari sisi pengamanan lebih gampang dengan hal lain tapi juga keamanan teknis. Pemilihan tapak memang paling aman dari serangan teroris atau negara lain, paling tidak bagaimana cara mengamankannya, serta memitigasi bencana yang ditimbulkan," tuturnya.

Selain itu, penentuan jenis teknologi yang digunakan menjadi salah satu sorotan. Teknologi Small Modular Reactor (SMR), atau Pressurized Water Reactor (PWR) yang berbasis air sebagai pendingin reaktor bisa menjadi pilihan awal. Namun, Suparman mengatakan perlu difokuskan salah satunya, agar pengembangan inovasi bisa disesuaikan dengan teknologi yang digunakan.

Ukuran reaktor juga harus disesuaikan denhan kebutuhan atau target kebutuhan. Hal ini membutuhkan peran dari Nuclear Energy Program Implementation organization (NEPIO), sebagai organisasi yang bertugas mempersiapkan pembangunan PLTN.

Baca juga:  Hut ke-58 Partai Golkar, Airlangga:Golkar Selalu Berada di Pemerintahan

"Setelah terbentuk NEPIO, NEPIO yang melakukan kajian sehingga tapak di mana, jenis teknologi apa yang digunakan, serta ukuran sudah ditentukan. Ini diperlukan agar industri nasional memiliki patokan mana yang akan dikembangkan, serta BRIN bisa melakukan sinkronisasi teknologi yang digunakan," jelasnya.

Suparman juga mengatakan bahwa NEPIO harus menyusun rekomendasi dalam meyakinkan pemerintah mengenai kebutuhan. Skema pendanaan juga perlu diperhatikan agar tidak memberatkan pemerintah. Apabila pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak membangun PLTN, maka NEPIO akan dibubarkan.

 

92