Home Lingkungan Walhi: Energi Baru Terbarukan Ala Negara Itu Bagaimana?

Walhi: Energi Baru Terbarukan Ala Negara Itu Bagaimana?

Jakarta, Gatra.com – Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Uli Arta Siagian, menyatakan bahwa penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia harus dilakukan dengan memperjelas implementasinya.

"Kita masih punya perdebatan ya, EBT ala negara itu bagaimana. Energi berkelanjutan satu memanfaatkan teknologi yang diklaim mampu mereduksi emisi dari proses penghasilan energinya, atau beralih dari energi fosil ke co-firing biomassa dari kayu?" ujarnya saat ditemui usai aksi di Jakarta, Kamis (10/11).

Baca Juga: Penerapan EBT Diharapkan Mudah dan Menyasar Langsung Masyarakat

Co-firing sendiri berarti teknik substitusi dalam pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), ketika sebagian batu bara yang dijadikan bahan bakar diganti dengan bahan lainnya, yakni biomassa. Uli menyebut bahwa hanya 5% dari total proses PLTU yang menggunakan biomassa.

Ia menuturkan bahwa dalam pemanfaatan co-firing biomassa, asalnya tetap merupakan dari hutan tanaman. Hal ini harus dipertimbangkan secara matang, sebab penggunaan kayu sebagai bahan bakar turut bisa berkontribusi dalam merusak hutan.

"Selama ini, masifnya pemberian izin hutan tanaman industri di Indonesia membuka pintu pengrusakan besar-besaran. Kalau mau beralih ke hutan tanaman energi untuk co-firing, maka itu juga akan menpercepat dan memasifkan penerbitan izin hutan tanaman industri yang kayunya untuk energi," jelasnya.

Ia menilai bahwa konsumsi batu bara masih akan tinggi, namun penggunaan biomassa akan turut membangun satu bisnis baru yaitu hutan tanaman energi yang dipakai untuk menghidupkan PLTU. Ia menyebut bahwa ini bukan merupakan solusi tepat melainkan hanya solusi palsu.

Dalam penggunaan EBT, ia tegas menolak penggunaan energi nuklir sebab disebut masih berbahaya. Namun, Uli menilai bahwa energi hidro bisa menjadi salah satu alternatif yang dipilih dalam menerapkan EBT.

"Kita mendorong bagaimana misalnya di satu desa yang punya potensi sungai besar, negara harus melindungi itu. Di sana bisa dibangun pembangkit listrik, tanpa harus terpusat, bisa dikelola masing-masing sesuai basis desanya maupun kecamatan," paparnya.

Baca Juga: BRIN: Transisi Energi Dilakukan untuk Tahan Kenaikan Suhu Global

Ia turut menyebut bahwa penggunaan mikrohidro bisa dilakukan secara desentralisasi dengan tetap menjaga wilayah hulu. Upaya ini penting sebab wilayah hulu harus terus berperan sebagaimana selama ini keadannya. Perubahan yang terjadi bisa menghilangkan keseimbangan yang ada.

Uli menegaskan bahwa pemanfaatan mikrohidro jangan sampai terpusat, sebab rentan terjadi korupsi dan dominasi yang bisa mengacaukan komunitas. Ia menyebutkan bahwa keberagaman yang ada di masing-masing daerah harus dioptimalkan untuk penerapan EBT, dengan melibatkan daerah itu sendiri.

174