Home Kesehatan Skrining Nasional Jadi Strategi Cegah Risiko Keparahan Penyakit Tidak Menular

Skrining Nasional Jadi Strategi Cegah Risiko Keparahan Penyakit Tidak Menular

Jakarta, Gatra.com - Peningkatan deteksi dini melalui program skrining nasional penyakit tidak menular mulai dikencangkan. Mengingat, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 41 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit tidak menular.

Di Indonesia pun, penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, jantung, kanker, dan penyakit paru kronis masuk dalam 5 besar penyebab kematian. Jumlah kasus ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya faktor risiko seperti tingginya asupan gula, garam, dan lemak serta rendahnya aktivitas fisik.

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia)(IDI), M. Adib Khumaidi menyampaikan, bahwa Program Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular merupakan ikhtiar yang sejalan dengan prioritas kerja pemerintah di bidang kesehatan.

"Skrining diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif di samping peningkatan akses pada pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat," ujar Adib dalam keterangannya, Selasa (15/11).

Tak lupa, Adib juga menyampaikan apresiasi atas kolaborasi Skrining nasional yang juga melibatkan aplikasi Doctor to Doctor (D2D). Menurut Adib, platform tersebut dapat menjadi wadah edukasi dan komunikasi rekan sejawat dokter dan wadah skrining untuk meningkatkan layanan dan akses kesehatan untuk masyarakat.

"IDI pun terus berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan literasi digital tenaga kesehatan di Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, Head of Doctor Pillar PT Global Urban Esensial (GUE), Mohamad Salahuddin mengatakan, Program Skrining Nasional Penyakit Tidak Menular ini adalah bagian dari komitmen D2D dalam rangka memberikan layanan terbaik di dunia kesehatan, khususnya kepada para dokter, masyarakat umum, dan seluruh stakeholder kesehatan.

“Pendataan hasil skrining nasional penyakit tidak menular ini akan membuat banyak masyarakat terhindar dari berbagai faktor risiko penyakit atau melakukan pengobatan lebih awal,” kata Salahuddin.

52