Home Ekonomi Ekonom: Keputusan BI Melanjutkan Kenaikan BI7DRRR, Tepat

Ekonom: Keputusan BI Melanjutkan Kenaikan BI7DRRR, Tepat

Jakarta, Gatra.com - Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economics and Digital/ISED, Ryan Kiryanto, menilai bahwa hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada Kamis (17/11) merupakan keputusan tepat.

"Keputusan RDG BI yang melanjutkan kenaikan BI7DRRR tetap sebesar 50 bps menjadi 5,25% dgn Lending dan Deposit Facility yang juga naik dengan poin persentase yang sama (50 bps) merupakan keputusan yang tepat, brilian, dan forward looking atau antisipatif," katanya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (18/11).

Ryan menilai bahwa keputusan ini pada dasarnya mengacu kepada tujuan BI untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi sesuai jangkar BI (2-4%) lebih cepat tercapai pada paruh pertama tahun 2023 nanti. Hal ini juga dilakukan untuk tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan pasca-Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 15-16 November lalu.

Baca Juga: BI Naikan Suku Bunga Acuan Menjadi 5,25%, Ini Alasannya

Sejauh ini, inflasi tahunan (yoy) per Oktober lalu sebesar 5,71%. Ini masih jauh di atas jangkar inflasi yang ditargetkan sebesar 3%, serta ekspektasi inflasi sepanjang 2022 sebesar 5%. Stance kebijakan moneter di AS dan Uni Eropa serta Inggris yang ketat (hawkish) untuk melandaikan inflasi menuju sasaran yang 2%, turut menjadi faktor situasi global yang akan berpengaruh di Indonesia, sehingga kenaikan BI7DRRR sebesar 50 bps merupakan opsi keputusan yang tepat.

Ryan menyebutkan bahwa dengan upaya mencapai target inflasi 2-4% di tahun ini, opsi menaikkan BI Rate kali ini tepat dilakukan dari segi timing dan besaran kenaikannya. Ini sekaligus mencerminkan sikap BI yang dalam menyikapi dinamika internal dan eksternal.

"Kenaikan BI Rate kali ini pun sudah diperkirakan banyak analis dan ekonom serta pelaku pasar. Pernyataan BI yang akan selalu memantau perkembangan pasar dan perekonomian global dan domestik memberikan garansi bahwa bank sentral selalu ada di pasar sehingga tetap mampu menjaga kepercayaan pasar," katanya.

Pada November ini, dorongan inflasi dipicu oleh peningkatan konsumsi kelompok transportasi dan makanan minuman sebagai efek lanjutan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Kenaikan tarif angkutan umum dan harga barang-barang kebutuhan pokok masih ada meskipun tekanannya sudah berkurang. Namun, hal itu tetap meningkatkan ekspektasi inflasi di 2022 yang akan melampaui target 2-4% (versi BI) dan 3% (versi pemerintah atau asumsi APBN 2022).

"Jadi pendorong kenaikan BI Rate mutlak karena adanya kenaikan ekspektasi inflasi hingga akhir tahun ini, ditambah potensi kenaikan inflasi musiman di Desember mendatang karena aktivitas masyarakat terkait perayaan Natal dan tahun baru," jelasnya.

Baca Juga: BI akan Tingkatkan Efisiensi Sistem Pembayaran di Indonesia

Ryan tak menampik bahwa faktor eksternal turut berperan menjadi faktor tambahan perumusan kebijakan. Ini meliputi konsensus perkiraan kenaikan suku bunga oleh The Fed (FFR) yang agresif sebesar 75 bps pada pertemuan FOMC Desember nanti menjadi 4,75%-5,0%, untuk mengerem laju inflasi yang tinggi (sekarang sekitar 7% di Oktober lalu).

Besaran kenaikan 50 bps disebut Ryan menjadi ukuran atau takaran yang tepat, melanjutkan kenaikan RDG BU sebelumnya dengan besaran kenaikan yang sama. Hal ini sekaligus memberikan sinyal keputusan cenderung masih prostabilitas (terkait inflasi dan nilai tukar rupiah) dan tetap propertumbuhan (melalui relaksasi kebijakan makroprudensial).

"Kalaupun sektor perbankan kemudian akan menyesuaikan suku bunga simpanan dan kreditnya, hal ini merupakan respons kebijakan yang lumrah atau wajar sesuai dengan mekanisme pasar. Oleh karena itu, diharapkan [kebijakan ini] tidak akan terlalu berdampak kontraktif [menahan atau mengerem] pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

90