Home Kolom Masalah dan Solusi Pendidikan di Era Globalisasi

Masalah dan Solusi Pendidikan di Era Globalisasi

Oleh : Ramsan Sinaga, Spd, MSc. *)

 

Di era globalisasi saat ini, sektor pendidikan dituntut untuk mampu berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat dan bangsa, serta mendukung peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan unggul.

Harus diakui bahwa posisi Indonesia di tingkat dunia dari segi sistem dan kualitas pendidikan masih jauh dari peringkat terbaik. Masih perlu banyak pembenahan. Berdasarkan data yang dipublikasi oleh World Population Review, pada tahun 2021 lalu, Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia.

Meski tidak terlalu bagus, setidaknya posisi tersebut naik satu peringkat dari tahun sebelumnya, 2020 yang ada di peringkat ke-55. Tapi Indonesia masih kalah unggul dan berada di posisi ke-4 jika dibandingkan dengan sesama negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yakni Singapura di peringkat 21, Malaysia di peringkat 38, dan Thailand di peringkat 46. Namun masih lebih baik dibandingkan, dengan beberapa negara Asia Tenggara yang sistem dan kualitas pendidikannya yang masih berada di bawah Indonesia, seperti Filipina di peringkat 55, Vietnam di peringkat 66, dan Myanmar di peringkat 77.

Perjalanan pendidikan secara nasional saat ini sering dihadapkan dengan banyak permasalahan, mulai dari angaran pendidikan, kurikulum, fasilitas, sarana dan prasaran, sumber daya tenaga pendidikan dan lain-lain.

Anggaran Pendidikan

Bentuk keseriusan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bidang pendidikan tertuang pada Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke 4. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta sekurang-kurangnya 20 persen dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Hal ini dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 013/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Alokasi anggaran diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Alokasi anggaran pendidikan lebih spesifik dituangkan dalam Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( UU Sisdiknas), yaitu dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.

Untuk melaksanakan amanat Konstitusi dan UU Sisdiknas, sejak tahun 2009, pemerintah telah mengalokasikan 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan (mandatory spending). Alokasi tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan belanja publik untuk pendidikan terbesar di Asia.

Merujuk data Kementerian Keuangan, setiap tahunnya alokasi anggaran pendidikan di APBN selalu mengalami peningkatan. Bahkan, terbaru di APBN 2023, pemerintah mengelontorkan anggaran pendidikan sebesar Rp612,2 triliun, ini angka tertinggi sepanjang sejarah APBN di Indonesia. Tahun sebelumnya, APBN 2022, anggaran pendidikannya sebesar Rp574,9 triliun sedangkan di APBN 2021 sebesar Rp 479,6triliun.

Dukungan secara politik yang realisasikan melalui anggaran pendidikan merupakan satu keinginan pemerintah yang dapat diartikan untuk memajukan pendidikan di Indonesia, namun butuh proses dan pertimbangan-pertimbangan beserta kebijakan-kebijakan yang dapat mengakomodir, selain pendidikan dan kebutuhan negara di sektor-sektor lain.

Otonomi pendidikan pasca pemberlakuan otonomi daerah telah membuat manajemen pendidikan tidak lagi dikelola secara terpusat oleh otoritas pusat. Peran pemerintah daerah saat ini dalam memajukan pendidikan mereka sangat terbuka, meskipun masing-masing daerah memiliki problematikanya sendiri, diantaranya persoalan mahalnya biaya pendidikan di daerah tertentu, kurangnya motivasi dan minat belajar, serta kurangnya bahan pembelajaran bagi siswa dan guru.

Mahalnya Biaya Pendidikan

Seperti kita ketahui, masalah pendidikan yang paling mendasar di Indonesia sebenarnya adalah masalah biaya pendidikan yang tinggi atau mahal. Meskipun pemerintah telah menyiapkan program biaya pendidikan gratis, masih ada bagian atau kebutuhan-kebutuhan yang harus berbayar. Selain itu, program pendidikan gratis tidak merata di pelosok wilayah NKRI.

Di pedalaman Provinsi Papua dan Papua Barat, misalnya, di sana, pengadaan dan pemeliharaan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikannya lebih mahal dibandingkan di daerah lain di Indonesia. Bahkan, lebih mahal dibandingkan di kota-kota yang sudah maju, seperti Jakarta. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas pendiidikan itu sendiri.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun ajaran 2020/2021 rata-rata biaya pendidikan di tingkat sekolah dasar (SD) di Indonesia sebesar Rp3,24 juta pertahun. Papua Barat menjadi provinsi dengan rata-rata biaya tertinggi, yakni Rp4,86 juta pertahun. Di urutan bawahnya ditempati Jakarta, yakni Rp4,78juta

Kurangnya motivasi dan minat belajar.

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh penggunaan teknologi yang kurang bijaksana. Masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mendengarkan musik, bermain game, atau berselancar di sosial media ketimbang membaca. Data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2016, menyebut bahwa tingkat literasi membaca masyarakat Indonesia ada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei UNESCO. Hanya 0.001 persen atau 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang gemar membaca.

Permasalahan pendidikan di Indonesia juga terletak pada rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya motivasi dan minat peserta didik untuk belajar, dimana belajar bukanlah kewajiban atau kesadaran diri yang merupakan bentuk kewajiban terhadap diri sendiri. Belajar merupakan kewajiban setiap individu sebagai bekal hidup dan masa depan. Sayangnya, menuntut ilmu sebagai kewajiban, kini beralih pada mengejar pangkat, gengsi dan gelar, disinilah rendahnya kualitas pendidikan di mulai.

Kurangnya Bahan Pembelajaran Bagi Siswa dan Guru.

Hambatan sektor pendidikan lainnya adalah kurangnya bahan pembelajaran bagi siswa dan guru, seperti buku atau bahan bacaan. Ini masalah yang cukup serius. sebab bagaimana siswa dan guru mampu belajar atau menambah ilmu, jika bahan belajar dan mengajarnya saja tidak ada. Terutama sekolah yang ada di pelosok, yang sulit untuk menerima buku karena hambatan akses perjalanan yang cukup sulit untuk ditempuh.

Kendala ini harus menjadi perhatian pemerintah. Caranya dengan menyediakan bahan pembelajaran sebanyak mungkin dan mencari solusi untuk akses pengiriman buku untuk belajar dan mengajar ke sekolah yang sulit ditempuh. Salah satu solisinya adalah dengan mencetak buku bahan pembelajaran secara elektronik atau online. Bahan pembelajaran tersebut sebaiknya dapat diakses oleh guru dan siswa secara gratis.

Solusi yang dapat dilakukan, terlebih pada sisi pemerintah yakni pemerintah harus lebih peduli terhadap masalah pendidikan yang ada di Indonesia dan menangani dengan serius masalah pendidikan, baik yang ada pusat kota maupun yang jauh dari pusat kota atau pelosok negeri Indonesia, terutama di kawasan 3 T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), serta pemberian alokasi dana untuk pendidikan pada daerah yang lebih merata, karena dengan adanya alokasi dana yang merata bisa membuat keadaan pendidikan menjadi lebih baik lagi.

Solusi lainnya adalah dengan mengubah sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Dimana sistem pendidikan sangat berkaitan dengan dengan sistem ekonomi. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab Negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan, berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada.

Rendahnya kualitas guru, misalnya selain diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

Sedangkan terkait persoalan rendahnya prestasi siswa, solusinya dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, bukan dengan meningkatkan jam belajar yang berlebihan, karena setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda dan sudah banyak dipenuhi pembelajaran diluar sekolah. Harus juga meningkatkan alat-alat, sarana dan prasarana pendidikan.

Membenahi pendidikan Indonesia memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, disamping wilayah Republik Indonesia yang luas, penyebaran penduduk yang tidak merata, menjangkau pelosok negeri ini tidaklah mudah. Beberapa kesulitan lainnya harus diatasi dengan tekad yang kuat, keinginan bersama oleh pihak pemerintah dan legislatif bersama masyarakat. Dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan ini, maka niscaya wajah dan prestasi pendidikan Indonesia akan sejajar dengan negara-negara maju di dunia.

 

*) Pemerhati Pendidikan dan Mahasiswa S3 Ilmu Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ),

 

 

 

 

26464