Home Nasional DPR Lembek Membebek, Maunya Pemerintah Selalu Dituruti

DPR Lembek Membebek, Maunya Pemerintah Selalu Dituruti

Jakarta, Gatra.com- Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) I Made Leo Wiratma menanggapi soal dampak dari lembeknya DPR ke Pemerintah yang selalu dituruti.

“Memang DPR itu terlihat lembek di dalam semua pelaksana fungsi-fungsi, baik dalam fungsi legislasi, anggaran, atau pengawasan. Di dalam pembuatan Undang-undang, misalnya. Kemauan pemerintah selalu dituruti,” kata Made Leo dalam sesi tanya jawab Evaluasi Kinerja DPR oleh Formappi melalui Zoom, Jumat (6/1).

Made Leo juga menyinggung saat Presiden membuat Perppu, baru-baru ini DPR selalu setuju dengan pemerintah. Oleh karena itu, Formappi memandang bahwa DPR itu tidak kritis.

“Tapi mungkin kenapa begitu? Karena dalam pembuatan Undang-undang sebelumnya, mereka ikut membuat. Atas dosa-dosanya itu maka DPR juga mengiyakan Perppu-Perppu yang justru untuk mengesahkan perbuatan mereka,” lanjutnya.

Bagi Made Leo, hal ini menjadi perkembangan kurang baik di dalam pembentukan hukum Indonesia.

Made Leo menyinggung di bidang anggaran DPR yang seringkali diminta oleh pemerintah itu dilebihkan oleh DPR, misalnya jika pemerintah merasa cukup Rp100 triliun ditambahkan menjadi Rp125 triliun.

“Ini yang menyebabkan seharusnya DPR itu lebih kritis, lebih keras, bahwa 'you terlalu banyak itu 100 triliun' misalnya, 'gimana kalo 90 t aja' begitu,” tandasnya.

Made Leo mengungkapkan para anggota DPR tidak berani menggunakan hak konstitusionalnya yang keras dalam pengawasan supaya pemerintah memperhatikan rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh DPR, sehingga tidak ada tindak lanjut dari rekomendasi itu.

“Mereka gak peduli. Setelah memberikan rekomendasi, sudah, selesai,” ujarnya.

Selain DPR mudah setuju dengan pemerintah, Made Leo mengungkap DPR melembek juga karena gemuknya koalisi pemerintah di parlemen.

“Tadi dikatakan RUU KUHP itu sudah disahkan. Ini memang merupakan salah satu keprihatinan bahwa ada pasal-pasal yang dikatakan tidak punya definisi yang jelas. Ini yang ditakutkan kita sebagai masyarakat sipil nanti penegak hukum dan pemerintah tidak bisa membedakan ada pengertian kritik dan penghinaan,” jelasnya.

Oleh karena itu, Made Leo menyarankan di dalam penjelasan RUU KUHP mesti dijelaskan apa itu kritik dan penghinaan.

Made mencontohkan biasanya cara penyampaian kritik beretika dan sopan. Namun, penghinaan tidak ada etika, kesopanan, dan sebagainya.

“Kalo mereka bilang gila ya gila, gak ada mereka mengatakan bapak gila, gak ada. Jadi itu perbedaannya. Kritik itu beretika, penghinaan itu tidak ada etika. Kemudian, kritik itu biasanya bersifat konstruktif, memperbaiki meluruskan, membangun,” pungkasnya.

102