Home Nasional Tanggapi Mahfud MD, Kuasa Hukum Korban KSP Indosurya: Apresiasi Tapi Butuh Aksi Nyata

Tanggapi Mahfud MD, Kuasa Hukum Korban KSP Indosurya: Apresiasi Tapi Butuh Aksi Nyata

Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum korban Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (KSP Indosurya), La Ode Surya Alirman mengaku mengapresiasi pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD terkait perkara ini. Namun, ia juga meminta aksi nyata dalam menangani kasus ini.

"Kami mengapresiasi pernyataan itu. Tapi kami minta bukti nyata. Minimal, ada atensi khusus, kasus ini harus jadi perhatian nasional," ujarnya di sela aksi damai di Monas, Jakarta, Kamis (2/2).

Surya menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak tegas untuk mengembalikan dana milik korban. Dibutuhkan peran pemerintah, terutama dalam mengusut kembali kasus ini.

"Kami minta kejelasan pemerintah. Kerugian sangat banyak, harus dikembalikan. Harus ada ketegasan pemerintah dalam bertindak, ini korban juga rakyat Indonesia," katanya.

Saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (27/1) lalu, Mahfud menilai putusan hakim dalam perkara kasus Indosurya sangat mengejutkan. Pasalnya, kasus ini telah dibahas lama dan dinyatakan sebagai perbuatan pelanggaran pidana yang sempurna oleh kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Mahfud menyatakan terdakwa secara jelas melanggar UU Perbankan, yakni Pasal 46 karena menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin. Terdakwa mengatasnamakan dirinya sebagai koperasi dan melayani penyimpanan dana 23.000 masyarakat yang tidak terdaftar sebagai anggota koperasi.

“Kita tidak boleh kalah untuk menegakkan hukum dan kebenaran. Pemerintah, Kejaksaan Agung akan kasasi. Kita juga akan membuka kasus baru dari perkara ini karena tempus delicti dan locus delicti-nya, karena korbannya masih banyak," ucapnya.

Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan terdakwa Henry Surya selaku Ketua KSP Indosurya dan Direktur Keuangan KSP Indosurya, June Indria. Namun, keduanya telah divonis bebas oleh majelis hakim pada akhir Januari lalu dengan alasan bahwa tuntutan pidana tidak terbukti, melainkan kasus masuk ranah perdata.

Persidangan pidana pertama kasus ini mulai digelar pada September 2022 lalu. Kasus ini telah merugikan lebih dari 6000 korban yang asetnya tidak bisa diambil. Total kerugian diduga mencapai Rp 16 triliun.

83