Home Hukum Pelapor 9 Hakim MK Ajukan Permohonan ke Jokowi untuk Izinkan Tindakan Kepolisian

Pelapor 9 Hakim MK Ajukan Permohonan ke Jokowi untuk Izinkan Tindakan Kepolisian

Jakarta, Gatra.com - Pelapor 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Zico Leonard Simanjuntak mendatangi Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) bersama kuasa hukumnya Viktor Santoso Tandiasa, Angela Claresta Foek, dan Rustina Haryati, pada Selasa (7/2).

Kedatangan tersebut bertujuan untuk mengajukan permohonan sebagai upaya administratif kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mengeluarkan persetujuan tertulis kepada Jaksa Agung, guna memerintahkan kepolisian menindak kesembilan Hakim MK yang telah Zico laporkan atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat, yakni perubahan substansi putusan dan risalah sidang perkara nomor 103/PUU-XX/2022.

Hal itu sebagaimana termaktub dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-undang Mahkamah Konstitusi. Di mana, dalam pasal itu disebutkan bahwa Hakim MK hanya dapat ditindak oleh Kepolisian RI atas perintah Jaksa Agung dan berdasarkan persetujuan Presiden.

"Jadi, tanpa adanya persetujuan Presiden, tentunya Jaksa Agung tidak akan bisa memerintahkan Kepolisian dan Kepolisian juga tidak mungkin bisa memeriksa Hakim Konstitusi," ujar Kuasa Hukum Zico Simanjuntak, Viktor Santoso Tandiasa di Kemensetneg, Selasa (7/2).

Viktor mengatakan, tujuan pihaknya mengajukan surat permohonan tersebut kepada Presiden adalah untuk mempercepat proses tersebut, sehingga pelaku di balik berubahnya substansi putusan dan risalah sidang perkara nomor 103/PUU-XX/2022 itu.

"Tujuan kita di sini adalah untuk mempercepat proses itu, karena kita menginginkan proses ini bisa segera terungkap siapa pelakunya, dan MK bisa segera dipulihkan marwahnya, karena mengingat sebentar lagi kita akan menghadapi Pemilu. MK butuh kepercayaan yang cukup tinggi dari masyarakat dalam menghadapi Pemilu," ujar Viktor, sebelum pengajuan permohonan tersebut dilakukan.

Dikonfirmasi terpisah usai surat tersebut diserahkan pada Selasa (7/2), Viktor mengatakan bahwa pengajuan surat permohonan itu menjadi penting untuk dapat membuat perkara serta sosok pelaku di balik perkara tersebut menjadi terang. Dengan demikian, pelaku tersebut dapat diganjar sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Tanpa adanya persetujuan tertulis dari Presiden, maka Jaksa Agung tidak dapat memberikan perintah keapda Kepolisian, dan pihak Kepolisian tidak dapat melakukan tindakan Kepolisian kepada Hakim Konstitusi. Sementara, diduga kuat terdapat adanya keterlibatan hakim Konstitusi atas perubahan isi putusan sebagaimana telah dijelaskan di atas," ujar Viktor, ketika dihubungi pada Selasa (7/2).

Viktor pun mengatakan, upaya administratif tersebut memiliki konsekuensi hukum apabila tidak ditanggapi oleh Presiden selama lima hari ke depan. Viktor menyebut, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 175 angka 6 UU/Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan jo Sema No. 5 Tahun 2021 pada bagian Kamar Tata Usaha Negara, yang pada pokoknya mengategorikan tindakan "tidak melakukan tindakan" yang telah menjadi perintah Undang-undang adalah bentuk perbuatan melanggar hukum.

"Sehingga dapat dilakukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) atas sikap diam Presiden tersebut, karena bukti-bukti sudah jelas dengan adanya perubahan substansi putusan baik dalam naskah putusan dan dalam risalah sidang," ujar Viktor ketika dihubungi.

Namun demikian, Viktor mengaku bahwa pihaknya akan menunggu itikad baik dari Presiden RI Joko Widodo untuk merespons permohonan mereka itu. Ia menyebut akan terus melakukan langkah tindak lanjut awal dengan memeriksa perkembangan permohonan yang mereka ajukan dalam lima hari ke depan terhitung sejak surat itu diserahkan pada Selasa (7/2) hari ini.

102