Home Nasional Warga Sukabumi Sudah Banyak Pergi Haji pada Era Kolonial Belanda

Warga Sukabumi Sudah Banyak Pergi Haji pada Era Kolonial Belanda

Jakarta, Gatra.com – Pemilik Pondok Pesantren (Ponpres) Al-Hikmah, KH. Nahib Shodiq, menyampaikan bahwa warga Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), pada era kolonial Belanda, mayoritas sudah memeluk Islam dan banyak yang menunaikan ibadah haji.

“Kehidupan sosial budayanya sudah dipengaruhi oleh nilai-nilai keislaman,” katanya dalam keterangan tertulis pada Minggu (12/2).

Menurutnya, banyaknya warga Sukabumi yang menunaikan ibadah haji maupun menuntut ilmu agama ke Makkah, itu merupakan bukti dari kebangkitan kehidupan keagamaan di kabupaten yang dijuluki kota santri tersebut.

Baca Juga: Polemik Kenaikan Biaya Haji, Kiai Shodiq Sebut Biaya Haji Indonesia Termurah di Dunia

“Di Sukabumi, kebangkitan kehidupan keagamaan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya orang Sukabumi yang pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di sana,” katanya.

Lebih lanjut Gus Nahib menyampaikan, Belanda menjadikan Sukabumi satu kabupaten tersendiri. “Perkembangan Islam di Sukabumi pada tahun 1925, pemerintah Hindia Belanda menjadikan Sukabumi sebagai sebuah kabupaten tersendiri,” katanya.

Berdasarkan laman pemerintah Kabupaten Sukabumi, wilayah kabupaten yang mempunyai penganan khas mochi tersebut tidak lepas dari sejarah pemerintahan kolonial Belanda dan berkaitan erat dengan kopi.

Wilayah Sukabumi merupakan salah satu wilayah percontohan penanaman kopi yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Joan van Hoorn untuk memenuhi kebutuhan kopi di pasar Eropa pada 1696.

Pada 1707, Sukabumi, R. Aria Wiratanudatar III, bupati Sukabumi, menerima wilayah yang sekarang bernama Sukabumi sebagai areal yang akan dijadikan untuk budidaya kopi. Sejumlah wilayah menjadi sentra perkebunan kopi, antara lain Gunung Guruh sebagai pusatnya.

Namun pada Abad XIX terjadi perubahan tata kelola perkebunan kopi. Ini terkait erat dengan pergantian penguasa di Pulau Jawa dari pemerintahan Hindia Belanda kepada Pemerintah Inggris.

Gubernur Jenderal Lord Minto mengangkat Raffles sebagai letnal gubernur untuk Pulau Jawa. Raffles mengeluarkan kebijakan menjual wilayah-wilayah tertentu untuk mendapatkan uang karena di awal pemerintahannya tidak mempunyai dana operasional.

Pada 1813, Raffles menjual setengah dari seluruh luas wilayah lima distrik di Kabupaten Cianjur, yaitu Gunung Parang, Cimahi, Ciheulang, Pagedangan, dan Pagasahan yang diumumkan oleh T McQuoid bersama-sama hasil penjualan di kabupaten lain melalui surat tertanggal 7 Januari 1813.

Surat tersebut secara jelas menyebut nama Sukabumi sebagai nama tanah partikelir yang nantinya menjadi nama bagi wilayah Kabupaten Sukabumi. Di sisi lain, asumsi umum nama tersebut baru muncul paling cepat pada 25 Januari 1815, ketika Andries de Wilde mengirim surat kepada pemerintah kolonial meminta izin menggunakan Sukabumi sebagai nama untuk tanah pertikelirnya.

Meskipun tanah-tanah di Sukabumi telah dijual, namun kenyataannya sebanyak 50%-nya masih dikuasai Letnan Gubernur Raffles. Beberapa dekade kemudian, medio abad XIX Pemerintah Hindia Belanda mengubah status Vrijland Soekaboemi menjadi salah satu distrik di lingkungan Kabupaten Cianjur.

Lebih lanjut Pemerintahan Hindia Belanda meningkatkan status Afdeeling Sukabumi menjadi Kabupaten Sukabumi berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 25 April 1921 Nomor 71 yang diamuat dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie over Jaar 1921.

Berdasarkan besluit tersebut ditetapkan bahwa sejak 1 Juni 1921, wilayah Cianjur dipecah menjadi dua kabupaten, yakni Cianjur dan Sukabumi. Kabupaten Sukabumi mencakup 6 distrik, yakni Sukabumi, Cicurug, Cibadak, Palabuhan, Jampang Tengah, dan Jampang Kulon.

Dalam besluat itu juga ditetapkan bahwa kedudukan patih ?sebagai pucuk pimpinan tertinggi untuk urusan pribumi di wilayah Afdeeling Sukabumi digantikan oleh bupati. Di Sukabumi tetap terdapat patih yang berugas membantu bupati.

Baca juga: Tolak Kenaikan Ongkos Haji 2023!

Sejak 1 Juni 1921 Afdeeling, Sukabumi menjadi sebuah kabupaten yang kedudukannya sama dengan Kabupaten Cianjur. Ini dapat dilihat dari Regeeringsalmanak voor NederlandschIndie Tahun 1921 dan 1922 yang menunjukkan pembagian wilayah pemerintah daerah di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.

Sejarah Cianjur terus berlanjut. Sukabumi sempat diambil alih oleh Kekaisaran Jepang pada 8 Maret 1942. Pemerintahan Jepang menghapus wilayah setingkat provinsi, namun tidak mengubah wilayah setingkat administratif kabupaten.

Jepang kemudian menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 dan diperintahkan untuk menjaga status quo wilayah jajahannya. Soekarno dan Moh. Hatta kemudian memanfaatkan kondisi tersebut dengan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

55