Home Hukum Korupsi BTS Kominfo, Kejagung Tak Tutup Kemungkinan Periksa Lagi Johnny Plate

Korupsi BTS Kominfo, Kejagung Tak Tutup Kemungkinan Periksa Lagi Johnny Plate

Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menutup kemungkinan untuk memanggil dan memeriksa lagi Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G. Plate, dalam kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G pada Bakti Kementerian Kominfo.

“Tergantung kebutuhan penyidik. Kalau penyidk membutuhkan untuk dipanggil,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung di Jakarta akhir pekan ini.

Ia menyampaikan, penyidik akan memanggil siapapun yang keterangannya dibutuhkan dalam kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo Tahun 2020–2022 tersebut.

Baca Juga: Soal Johnny Plate di Kasus Korupsi BTS, Para Syndicate: Tukar Guling Amankan Pencapresan Anies

“Saya pikir semua pun bisa dipanggil lagi. Siapa saja bisa dipanggil,” ujarnya.

Sedangkan saat ditanya perkembangan signifikan, Ketut menyampaikan, masih seperti terakhir yang disampaikan, yakni penyidik telah memeriksa sekitar 60 orang saksi.

“Lima tersangka kita telah tetapkan dan dilakukan penahanan. Mengenai apa lebih lanjut, nanti kita umumkan lagi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejagung memeriksa Johnny G. Plate sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tersebut pada Selasa (14/2/2023). Johnny mengatakan, sebagai warga negara Indonesia dan menteri, ia sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejagung terkait dengan masalah hukum BTS 4G pada Badan Layanan Umum BAKTI sebagai organisasi non-eselon yang ada di Kominfo.

“Saya telah memberikan keterangan-keterangan atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh para penyidik Kejagung RI, secara khusus yang terkait dengan tugas, fungsi, kewenangan sebagai Menkominfo RI,” kata Johnny di hadapan para wartawan.

Johnny masih membuka pintu bagi penyidik Kejagung apabila pihak Kejagung masih membutuhkan keterangannya lagi. “Saya akan tetap menghormatinya dan melaksanakannya dengan baik,” katanya.

Johnny berharap proses hukum yang sedang berjalan ini bisa terus berjalan dengan baik dan selesai pada waktunya. “Dengan doa dan harapan agar pembangunan infrastruktur TIK Indonesia, pembangunan infrastruktur digital nasional Indonesia, untuk layanan kepentingan masyarakat, layanan bagi pemerintahan baik pusat maupun daerah, untuk usaha-usaha perekonomian rakyat dan masyarakat dapat terus dan tetap kita lanjutkan,” katanya.

Johnny tak memberikan keterangan lebih jauh mengenai proses pemeriksaannya di hari itu. Ketika dikerubungi dan dicecar wartawan saat ia hendak menaiki mobil, ia bungkam seribu bahasa.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 5 orang tersangka. Awalnya, Kejagung menetapkan 3 orang, yakni Direktur Utama (Dirut) BAKTI Kementerian Kominfo, AAL; Direktur Utama (Dirut) PT Mora Telematika Indonesia, GMS; dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, YS.

Selepas itu, Kejagung menetapkan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, MA dan teranyar Komisaris PT Solitech Media Sinergy, IH. “Dalam perkara ini, telah ditetapkan 5 orang tersangka yaitu AAL, GMS, YS, MA, dan IH,” kata Ketut.

Adapun peran mereka dalam kasus ini, yakni:

1. Tersangka AAL

Tersangka AAL telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran.

“Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di-mark-up sedemikian rupa,” katanya.

2. Tersangka GMS

Tersangka GMS secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat.

3. Tersangka YS

Tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.

“Kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian sehingga terjadi kemahalan harga pada OE,” ujar Kuntadi.

4. Tersangka MA

“Peranan tersangka dalam perkara ini yaitu bahwa yang bersangkutan sebagai Account Director PT Huawei Tech Investment (PT HWI) telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat,” ujarnya.

Tersangka MA melakukan permufakatan jahat tersebut dengan tersangka AAL, yakni mengondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Kominfo sedemikian rupa sehingga ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang.

5. Tersangka IH

“Peranan tersangka IH dalam perkara ini, yaitu sebagai komisaris PT Solitech Media Sinergy telah secara melawan hukum bersama-sama melakukan permufakatan jahat,” katanya.

IH melakukan aksi atau perbuatan tersebut bersama-sama dengan tersangka AAL untuk mengondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Kominfo sedemikian rupa, sehingga mengarahkan ke penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4 dan 5.

Kejagung telah menahan seluruh tersangka untuk mempercepat proses penyidikan. Tersangka AAL, GMS, dan YS ditahan selama 20 hari sejak 4 Januari sampai dengan 23 Januari 2023.

Kejagung menahan AAL dan YS di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung. Sedangkan GMS ditahan di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Baca Juga: Pascatersangkakan Komisaris Solitech di BTS 4G, Kejagung Periksa Direktur Dua Putra

Sedangkan tersangka MA di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari, terhitung sejak 24 Januari sampai dengan 12 Februari 2023. Terakhir, tersangka IH di Rutan Negara Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari, terhitung sejak 6 Februari sampai dengan 25 Februari 2023.

Kejagung menyangka AAL, YS, GMS, MA, dan IH melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejagung kemudian mengembangkan kasus tersebut. Hasilnya, Kejagung menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

160