Home Olahraga Membangun Kembali Rumah Bersama Anak Bertalenta Khusus

Membangun Kembali Rumah Bersama Anak Bertalenta Khusus

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar terhadap keberadaan para atlit disabilitas intelektual. Manfaat yang dihasilkan amat besar bagi upaya pengembangan anak-anak disabilitas intelektual, atau anak bertalenta khusus. Dukungan tidak saja di tingkat pusat namun juga sampai ke daerah-daerah.

Dipak Natali, Regional President and Managing Director, Asia Pacific of Special Olympics International, mengatakan pokok pikiran di atas sebagai hal penting hasil kunjungan dua harinya ke Jakarta, 3/3/2023. Selama di Jakarta Dipak bertemu dengan sejumlah pemangku kepentingan dalam pengembangan anak-anak bertalenta khusus.

Lebih jauh menurut Dipak, pandemi Covid-19 berdampak besar bagi kelompok orang rentan termasuk anak-anak disabilitas intelektual. Kondisi ekonomi yang buruk di negara-negara Asia Pacific amat mengganggu kegiatan sekolah dan berolahraga mereka. Para orangtua kehilangan pekerjaan akses ke sekolah dan infrastruktur yang diperlukan amat terganggu. “Saat ini yang dibutuhkan adalah rebuilding agar keluar dari kondisi sehingga kegiatan kami bisa berjalan kembali seperti semula di kawasan ini,” ujarnya dalam rilis yang diterima Gatra.com (5/3). 

Usaha itu dilakukan di semua negara-negara kawasan Asia Pacific, termasuk Indonesia. Hal itu mencakup berbagai aspek tak sebatas menata hubungan dengan pemangku kepentingan namun juga pembenahan internal seperti rekruitmen para pelatih dan atlit.

Tujuan rebuilding itu berjangka panjang tidak semata-mata agar para atlit bertalenta khusus mendapat kesempatan menyiapkan diri mengikuti Special Olympics World Summer Games (SOWSG) di Berlin Juni 2023.

Bagaimanapun, pesta olahraga empat tahuan dunia bagi atlit bertalenta khusus itu hanya akan berlangsung sepekan. Peserta yang ikut hanya sebagian saja, jutaan anak bertalenta khusus lain di Indonesia punya hak untuk berkembang mesti dipenuhi. “Dalam hal ini kita perlu mengingat bahwa kemenangan dalam kompetisi olahraga bukanlah segalanya,” ujar Dipak.

Ditambahkannya bahwa penampilan di ajang dunia adalah hal yang lebih penting karena merupakan kesempatan langka bagi anak bertalenta khusus mewakili negara dan bangsanya. Medali yang kelak akan diraih tentu membawa dampak positif sebagai pengakuan keberadaannya.

Rumah Mewah Bersama 

Ketua Special Olympic Indonesia (SOina), Provinsi Riau, Hj Novillia, membenarkan adanya perkembangan positif di SOina yang terjadi selama masa pandemi. Apresiasi Dipak di atas tentu berdasar pada pengalamannya mengamati negara-negara lain di Asia Pacific. “Benar, pengurus organisasi dan relawan mesti membangun rumah bersama semewah mungkin agar para atlit berkembang," ujar Novi.

Bagi Novi, rebuilding yang dimaksud Dipak, semestinya diartikan sebagai upaya membangun rumah semewah mungkin bagi anak-anak bertalenta khusus. Dalam rumah mewah itu para anak-anak bertalenta khusus bisa berkembang karena diasuh dengan baik. 

Sebelum pendemi Covid menerjang Maret 2020 lalu, sejumlah kelemahan mendasar dalam penanganan difabilitas intelektual maupun ragam difabel lain telah ada. Dalam catatan para pengurus SOina para akibat pembatasan interaksi orang anak-anak.

Berbagai rencana perhelatan olah raga terpaksa ditutup. Olympiade Tokyo 2020, mesti ditunda, hingga memasuki tahun berikut belum ada kepastian. Misalnya, Liga Sepakbola Indonesia tidak diselenggarakan menyusul kekhawatiran timbulnya kluster Covid-19 dari para supporter yang berkumpul. Penundaan juga berlaku di cabang-cabang olahraga lain. Atas pertimbangan tertentu kadang tetap diselenggarakan tanpa kehadiran penonton.

Kondisi tak menguntungkan itu amat berpengaruh kepada atlit, baik soal kebugaran, performance hingga penghidupannya. Para pengurus perkumpulan olahraga berusaha mencari temuan-temuan baru agar program kerja mereka tetap bisa berjalan. Tentu ini bukan hal yang mudah.

Horison Sirait, seorang pelatih olahraga atlit difabel intelektual, mengungkapkan kekhawatirannya. Kebijakan pembatasan membawa dampak buruk pada murid dan anak difabel intelektual. Sifat mereka yang malas menggerakkan tubuh atau sedentary kembali muncul. Akibatnya daya tahan menurun, mereka menjadi lamban bergerak dan bereaksi, berat badan bertambah, dan otot mengendur.

Secara psikologis mereka kembali jadi pribadi yang tidak fokus, konsentrasi pun berkurang, impulsif, menjadi peragu, dan kurang "fight". Mendidik atau mengajari anak-anak difabel intelektual mesti dilakukan berulang-ulang, bila terputus mesti mengulang kembali. Hal itu setidaknya muncul di sekolah SLB di kawasan Jakarta Utara tempat Horison sehari-hari mengajar. 

300