Home Ekonomi Surplus Produksi Tipis jadi Alasan Pemerintah Impor 2 Juta Ton Beras

Surplus Produksi Tipis jadi Alasan Pemerintah Impor 2 Juta Ton Beras

Jakarta, Gatra.com - Wacana impor beras dengan volume jumbo mencuat di saat periode panen raya padi berlangsung. Tak main-main jumlahnya mencapai 2 juta ton beras impor, yang ditugasi Perum Bulog. Kabar rencana impor tertulis dalam surat penugasan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi kepada Bulog yang kadung tersebar di kalangan media.

Arief menyebut keputusan impor adalah hasil dari rapat antar kementerian dan lembaga bersama Presiden. Surplus produksi yang tipis dibandingkan kebutuhan nasional menjadi dalih pemerintah membenarkan opsi impor.

Di sisi lain, pemerintah menambah tugas penyerapan Bulog tahun ini dua kali lipat menjadi 2,4 juta ton dari yang biasanya hanya 1,2 juta ton untuk stok cadangan beras pemerintah (CBP). Bahkan, tiga bulan ke depan, Bulog juga ditugasi untuk menyalurkan beras bantuan sosial (bansos) kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

Baca Juga: Soal Impor Beras 2 Juta Ton, Mendag: Sudah Putusan Ratas

Menyitir realisasi sepanjang 2022 tercatat total produksi beras nasional mencapai 31,5 juta ton dan konsumsi sebesar 30,2 juta ton. Ada surplus tipis sebesar 1,3 juta ton.

"Surplus satu tahun itu 1,3 juta ton, kebutuhan sebulan itu 2,5 juta ton," ujar Arief saat Forum Rembug Pangan di Kantor Badan Pangan Nasional, Senin (27/3).

Ia menjelaskan berdasarkan data kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) untuk panen Januari-April 2023 mengalami koreksi. Dari asumsi sebelumnya sebanyak 13,79 juta ton turun menjadi 13,37 juta ton.

"Ada 420 ribu ton selisihnya, itu yang saya maksud koreksi (estimasi produksi). Bulan Mei akan ada koreksi sekitar 430 ribu ton. Ini kita memiliki data yang sama, tinggal angle-nya mau kita preventif atau kita biarin sampai hancur-hancuran dulu," beber dia.

Arief menilai, opsi impor beras bukan berarti menghilangkan label swasembada pangan di RI yang sebelumnya pernah dinobatkan oleh Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization). Menurutnya, FAO mendefinisikan swasembada adalah kondisi saat produksi dalam negeri mencapai 90% kebutuhan.

Baca Juga: Jeng-Jeng, Pemerintah Bakal Impor 2 Juta Ton Beras Tahun Ini

Arief mengklaim, impor 2 juta ton beras bahkan belum mencapai 10% dari total produksi dalam negeri. Bila produksi 31 juta ton, maka 10% yang bisa diimpor maksimal 3,1 juta ton untuk tetap menyandang label swasembada.

"Jadi ini masih swasembada Indonesia loh, masalahnya apa gitu? Ini (impor) hanya untuk pemenuhan kebutuhan di Bulog untuk masyarakat dan cadangan pangan pemerintah harus ada. Kurang lebih begitu ya," tutur Arief.

Di sisi lain, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso menguatkan dalih pemerintah. Ia mengungkapkan bahwa surplus produksi pada periode Januari-April tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu.

Hasil survei kondisi di lapangan pun, kata Sutarto para penggilingan mengalami penurunan serapan gabah petani. Rata-rata penggilingan hanya menyerap kurang dari 50% dari kebutuhan. Eks Direktur Utama Perum Bulog itu pun merujuk pada stok beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) saat ini hanya sekitar 20.000 ton dari normalnya 30.000 ton.

"Artinya memang kekurangan. Jadi hal-hal itu yang dipertimbangkan oleh pemerintah tentunya," ucap Sutarto.

Sementara, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI menyebut produksi beras tahun 2022 sebesar 31,54 juta ton, naik 0,15 juta ton atau naik 0,29% dibandingkan tahun 2021 sebesar 31,36 juta ton.

Baca Juga: Bulog Ditugasi Impor 2 Juta Ton Beras, Begini Penjelasan Badan Pangan Nasionall

Selain itu, luas panen Januari - April 2023 diprediksi meningkat 2,13% dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Adapun produksi padi atau gabah kering giling (GKG) pada periode tersebut tahun ini diprediksi meningkat 0,53% sebanyak 23,94 juta ton dan produksi beras diperkirakan meningkat 0,56% menjadi 13,79 juta ton.

"Dengan memperhatikan kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri menghadapi bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri relatif aman," sebut Syahrul Yasin Limpo, Senin (27/3).

115