Home Politik Bivitri: Rombak Sistem Partai Politik Demi Selamatkan Demokrasi Indonesia

Bivitri: Rombak Sistem Partai Politik Demi Selamatkan Demokrasi Indonesia

Jakarta, Gatra.com – Pakar Hukum Tata Negara STHI Jentera, Bivitri Susanti, menilai bahwa kemunduran demokrasi Indonesia disebabkan oleh hal-hal yang sudah mendarah daging. Perubahan mendasar diperlukan agar masyarakat bisa paham demokrasi yang sebenarnya.

Salah satu unsur terkuat yang menyebabkan demokrasi Indonesia terombang-ambing adalah kerangka sistem partai politik yang ada. Dalam mekanisme saat ini, partai politik baru sulit muncul sehingga masih didominasi pemain lama.

Baca Juga: Amnesty International Nilai Demokrasi Indonesia Alami Kemunduran

"Misalnya, Partai Hijau yang gagal berdiri karena beratnya aturan main untuk lahirnya parpol baru," ucap Bivitri Susanti dalam acara diskusi laporan tahunan Amnesty International, Jakarta, Selasa (28/3).

Bivitri mengaku sempat terlibat dan membantu proses pembentukan partai. Tapi, ia dan pengurus Partai Hijau menyadari sulitnya mekanisme yang ada.

"Kami belajar dari teman-teman yang belajar mendirikan partai dulu dan gagal juga, seperti Partai SRI. Belajar dari situ, mau verifikasi saja harus bayar-bayar," tutur Bivitri.

Ia pun membagikan salah satu realita yang terjadi di lapangan. Untuk menjadi partai politik peserta Pemilu, dikabarkan modal yang dibutuhkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

"Jadinya jual beli parpol kan. Misalnya, Partai Berkarya Tommy Soeharto itu diambil oleh Muchdi, sebenarnya pembunuh Munir, tapi masih berkiprah bahkan punya partai politik," tutur wanita berkacamata ini.

Selain kerangka partai politik yang bermasalah, Bivitri mengatakan, kebiasaan masyarakat Indonesia hanya melihat tokoh juga memperburuk keadaan. Tidak jarang pemimpin dipilih berdasarkan fisik dan parasnya, sementara visi misi atau program tidak dilirik.

"Ada permasalahan yang lebih sistemik, kita punya sistem presidensiil yang memang secara sistem, dia akan lebih menonjolkan ketokohan," ucap Bivitri.

Baca Juga: Pengamat: Nilai Demokrasi Harus Kembali Diterapkan

Ia pun membandingkan dengan sistem parlementer yang memosisikan partai politik di atas. Namun, negara lain yang menggunakan sistem presidensiil dinilai lebih baik dari Indonesia. Misalnya, Amerika Serikat.

"Tokoh-tokoh ini [pemimpin di Amerika] lahir dari konvensi partai politik. Sistem ini belum ada di Indonesia," katanya.

Beberapa partai sempat mencoba menerapkan sistem konvensi, tapi gagal. Contohnya partai Demokrat dan Golkar.

85