Home Ekonomi Buntut Kolapsnya SVB, Dirut BNI Imbau Perbankan Jaga Likuiditas

Buntut Kolapsnya SVB, Dirut BNI Imbau Perbankan Jaga Likuiditas

Jakarta, Gatra.com - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Royke Tumilaar menghimbau industri perbankan Indonesia untuk menjaga likuiditas, gua menghindari kegagalan yang dialami beberapa bank di Amerika, seperti Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.

“Likuiditas ini memiliki peran penting bagi suatu bank tentunya, sehingga jumlah likud yang kucup kita harus jaga. Kita harus memiliki backstop yang kuat,” kata Royke dalam seminar 'Lesson Learned Kasus Silicon Valley Bank' Kamis (6/4/2023).

Royke mengatakan, dalam menjaga likuiditas diperlukan pengelolaan risiko likuiditas yang kuat baik dalam bentuk monitoring indikator risiko likuiditas, yang dihitung dari rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) atau pengendalian arus likuiditas jangka pendek, dan Net stable funding ratio (NSFR) atau pengendalian arus likuiditas jangka panjang.

Selain itu, perbankan dinilai juga perlu memiliki liquidity backstop yang likuid dan dapat dieksekusi dalam kondisi apapun. Kemudian, Royke juga menegaskan bahwa perbankan perlu menjalankan Liquidity Contingency Plan (LCP) atau rencana pendanaan darurat untuk penanganan kondisi krisis likuiditas yang dialami bank.

“Bank perlu menjalankan Liquidity Contingency Plan (LP) secara rutin, nah ini menjadi pelajaran untuk kita semua,” kata Royke.

Lebih lanjut, Royke menurutnya selain melakukan antisipasi risiko, perbankan juga perlu menyiapkan langkah mitigasi risiko. Menurutnya, Aset investasi tresuri harus memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi berbagai macam kebijakan moneter.

Untuk ini, kata Royke perbankan dituntut mengoptimalkan transaksi derivatif sebagai alat lindung nilai aset investasi. Fleksibilitas aset likuid juga juga dianggap dapat menjadi strategi mitigasi risiko untuk menghadapi risiko pasar.

Terakhir, tak kalah pentingnya, perbankan dinilai juga perlu mempertimbangkan risiko reputasi. Menurutnya, penyampaian strategi perusahaan yang tidak tepat berpotensi mengurangi tingkat kepercayaan nasabah dan kinerja buruk perusahaan pada masa lalu akan menjadi catatan stakeholder, akan mempengaruhi risiko reputasi.

“Kita harus melakukan perencanaan yang baik terkait bagaimana situasi yang mungkin kita hadapi ke depan,” katanya.

83