Home Ekonomi Peritel Geram Rafaksi Minyak Goreng Rp344 Miliar Belum Dibayar, Begini Respons Kemendag

Peritel Geram Rafaksi Minyak Goreng Rp344 Miliar Belum Dibayar, Begini Respons Kemendag

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara ihwal utang pemerintah kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) atas rafaksi minyak goreng yang belum dibayarkan sejak Februari 2022 lalu. Diketahui, pembayaran rafaksi  sebesar Rp344 miliar kepada peritel masih tertunda karena Kemendag belum menyerahkan hasil rekomendasi verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai pemilik anggaran.

"Terkait hal rafaksi atau klaim selisih harga minyak goreng, Kemendag sedang dalam proses meminta pertimbangan hukum ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung terhadap hasil verifikasi surveyor," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim kepada Gatra.com, Jumat (14/4).

Isy mengatakan, hasil verifikasi surveyor tersebut menjadi dasar proses pembayaran dana rafaksi minyak goreng oleh BPDPKS. Menurutnya, pertimbangan hukum dari Kejaksaan terhadap hasil verifikasi itu menjadi penting dengan dalih menjaga prinsip kehati-hatian.

Baca juga: Rafaksi Minyak Goreng Digantung Kemendag Setahun, Aprindo: Utang Tetap Utang, Harus Dibayar

"Hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi potensi adanya konsekuensi hukum yang dapat terjadi di masa yang akan datang," kata Isy.

Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey menilai Kemendag tidak bertanggung jawab atas kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Roy mengaku selama periode 19-31 Januari 2022 lalu, para peritel telah patuh menjalankan mandat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 untuk menjual minyak goreng kemasan premium dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter.

Padahal harga pembelian minyak goreng saat itu telah terlampau tinggi hingga Rp18.000 per liter. Atas dasar penundaan bayar rafaksi tersebut, peritel yang tergabung dalam Aprindo berencana akan menghentikan penjualan minyak goreng kemasan di 48.000 toko ritel modern yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam  Permendag Nomor 3 Tahun 2022 menetapkan bahwa selisih harga yang ditalangi oleh Aprindo akan dibayarkan oleh BPDPKS menggunakan dana dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO).  Adapun Pasal 11 beleid tersebut menyatakan bahwa pembayaran rafaksi oleh BPDPKS S dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BPDPKS.

Berdasar kebijakan itu, para peritel harusnya sudah menerima bayaran rafaksi minyak goreng sejak 17 Februari tahun lalu. Namun, Kemendag berdalih bahwa penundaan bayar lantaran Permendag Nomor 3 Tahun 2022 sudah dicabut dan tidak berlaku lagi.

Baca juga: Sebut Industri Hasil Tembakau dalam Tekanan, Gaprindo Nilai PP 109/2012 Masih Relevan

"BPDPKS mengatakan akan membayar setelah ada hasil rekomendasi dan verifikasi dari Kemendag. Tapi Menteri Perdagangan menahan (proses)," kata Roy saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis (13/4).

Bahkan, Roy mengatakan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) justru memberikan opsi yang sulit untuk masalah tersebut. Diketahui, Zulhas mengusulkan agar Aprindo mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Permendag Nomor 3 Tahun 2022.

Menurut Roy, Mendag Zulhas menganggap pembayaran rafaksi minyak goreng sulit dilakukan lantaran Permendag Nomor 3 Tahun 2022 sudah tidak berlaku lagi. Karena itu, Kemendag menganggap pembayaran akan lebih mudah bilamana nantinya Aprindo memenangkan gugatan di PTUN.

"Menurut pemerintah (Kemendag) kalau Permendag Nomor 3 sudah batal berarti batal juga bayarnya. Gak bisa gitu, utang tetap utang, harus dibayar," ucap Roy.

319