Home Kolom Habituasi Kecakapan Abad 21 Melalui Pembelajaran Projek

Habituasi Kecakapan Abad 21 Melalui Pembelajaran Projek

Oleh: Suyitman*

Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2045. Pada waktu itu, 70% penduduk Indonesia berusia produktif. Dengan bonus tersebut Indonesia telah mencanangkan impian menuju Indonesia Emas. Namun bonus demografi dan cita-cita itu tidak akan bermakna jika generasi penerus tidak dipersiapkan sejak dini. Apalagi saat ini kualitas siswa Indonesia berada di peringkat bawah dalam kemampuan literasi membaca dan numerasi. 

Berdasarkan hasil penilaian Program for International Student Asesmen (PISA) Tahun 2018, Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi. Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia adalah 80 poin di bawah rata-rata negara anggota Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD).

Melihat kondisi tersebut, Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi segera berbenah diri dengan menerapkan Kurikulum Merdeka. Salah satu perbedaan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya yakni adanya pembelajaran berbasis projek yang dikemas dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Untuk Madrasah ditambah dengan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamiin

Pembelajaran berbasis projek ini memiliki peran yang strategis dalam mengembangkan kecakapan Abad 21. Beberapa kecakapan yang dibutuhkan antara lain berpikir kritis dan memecahkan masalah (critical thinking and problem solving), berpikir kreatif (creativity), bekerja sama (collaboration), dan komunikasi (communication).

Kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah dibangun sejak tahap awal melaksanakan projek. Siswa dibimbing untuk mengamati permasalahan yang ada disekitar. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar belajar langsung pada kehidupan masyarakat agar mereka bukan hanya memiliki “pengetahuan” saja, tetapi mengalaminya sendiri sehingga dapat hidup berdampingan dengan masyarakat.

Pengamatan bertujuan untuk mengenalkan siswa pada tema atau masalah yang akan dipelajari. Sebelum pengamatan, siswa telah mempersiapkan lembar observasi agar pengamatan tepat sasaran. Dari pengamatan ini, siswa juga dapat memperoleh inspirasi untuk memecahkan masalah.

Kiran Bir Sethi, menamakan tahap awal dengan istilah “Feel” atau rasakan. Dalam konsep “Design for Change”, Kiran Bir Sethi membuat tahapan Feel, Imagine, Do, and Share (FIDS). Feel merupakan tahap awal ketika siswa dikondisikan untuk merasakan problem yang ada di lingkungan sekitarnya. Pada fase awal ini, guru memberikan stimulus kepada siswa agar kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah mulai tumbuh.

Kemampuan berpikir kreatif dilatih dengan memecahkan permasalahan yang ditemukan siswa. Sejak awal pembelajaran, pada tahap perumusan masalah, siswa sudah diajak untuk berpikir kreatif. Selanjutnya kreativitas siswa dikembangkan melalui kegiatan aksi nyata atau “Do”. Siswa belajar merancang, melaksanakan, mengevaluasi, dan melaporkan projek. Aktivitas dalam rangkaian kegiatan tersebut dilakukan sepenuhnya oleh siswa. Sesuai prinsipnya, pembelajaran projek merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa menjadi subjek pembelajaran yang aktif mengelola projek secara mandiri. 

Selain itu, projek juga bersifat eksploratif sehingga siswa dituntut untuk berpikir kreatif. Eksplorasi siswa bukan hanya terhadap permasalahan di sekolah, tetapi di lingkungan sekitar dan realitas kehidupan sehari-hari yang kontekstual. Prinsip kontekstual bertujuan agar siswa belajar dari pengalaman nyata pada kehidupan sehari-hari. Pengalaman nyata inilah yang menjadi inspirasi siswa untuk berpikir kreatif. 

Kecakapan kolaborasi terwujud karena pembelajaran berbasis projek merupakan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran ini membutuhkan lingkungan sosial yang saling kondusif. Siswa dilatih berkolaborasi dengan siswa lain untuk melaksanakan projek. Dinamika dalam membangun kolaborasi menjadi pelajaran berharga bagi siswa dalam menjalin kerja sama dengan orang lain. Melalui pembelajaran projek, budaya kolaborasi siswa dibangun. Siswa belajar tentang semangat bekerja sama, saling mengapresiasi, dan saling memberi dukungan satu sama lain. 

Kecakapan lainnya yang dikembangkan dalam pembelajaran projek yaitu kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, atau bahkan digital. Komunikasi lisan dilatih ketika siswa berdiskusi baik dengan mengungkapkan pendapat maupun berdebat . Komunikasi lisan juga dapat dikembangkan dalam bentuk video atau film pendek yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengucapkan ide. Komunikasi tertulis terjadi ketika siswa belajar menuliskan hasil diskusi atau membuat laporan. Siswa juga dapat mengembangkan komunikasi tulis dalam bentuk infografis, komik, atau brosur.

Totalitas

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Pelajar Rahmatan Lil Alamin di MTs Negeri 1 Kebumen, tampak siswa belajar dengan penuh semangat dan totalitas. Jika dalam pembelajaran biasa tampak peserta didik yang kurang aktif, dalam pembelajaran projek hampir semua peserta didik aktif terlibat dalam belajar. Setiap peserta didik memiliki tugas sesuai dengan pembagian kelompoknya. 

Tugas-tugas belajar pun diselesaikan dengan penuh totalitas. Setiap kelompok ingin melakukan aksi terbaiknya dalam melaksanakan projek. Seringkali banyak kelompok yang mengerjakan tugas hingga melampaui jam pelajaran yang ditetapkan, bahkan ada yang belajar sampai sore hari. Siswa mengerahkan segala kemampuannya untuk menghasilkan produk atau projek terbaiknya.

Kondisi ini tentu berdampak signifikan terhadap peningkatan kemampuan Abad 21. Walaupun demikian, jangan sampai pembelajaran projek menjadi ajang untuk berkompetisi. Pembelajaran projek lebih menekankan kepada kolaborasi daripada semangat berkompetisi. Oleh karena itu, guru hendaknya benar-benar membimbing siswa mulai dari merumuskan masalah, aksi, sampai pada pembuatan laporan atau produk. 

Berdasarkan pengalaman tersebut, sudah saatnya sekolah bukan hanya melaksanakan pembelajaran projek dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Pelajar Rahmatan Lil Alamiin saja. Pembelajaran berbasis projek dapat dilakukan dalam pembelajaran mata pelajaran. Bahkan pembelajaran projek dapat dilaksanakan secara kolaboratif yang melibatkan beberapa mata pelajaran. Semakin banyak kegiatan pembelajaran berbasis projek, semakin terasah kecakapan Abad 21 siswa sehingga menjadi bagian dari karakter siswa.

Jika hal ini dilakukan maka kecakapan Abad 21 yang dibutuhkan siswa di masa yang akan datang dapat terwujud. Dengan demikian, bonus demografi Indonesia bukan sekadar impian belaka tetapi benar-benar mampu mengantar Indonesia menuju Indonesia Emas pada tahun 2045.

*Penulis adalah, Guru MTs Negeri 1 Kebumen