Home Hukum Seruan Hentikan Hukuman Mati, LBHM: Pengadilan Wajib Pelajari Background Terpidana

Seruan Hentikan Hukuman Mati, LBHM: Pengadilan Wajib Pelajari Background Terpidana

Jakarta, Gatra.com - LBH Masyarakat (LBHM) bersama Amnesty International Indonesia kembali menyerukan agar Pemerintah Indonesia menghentikan penerapan hukuman mati. 

Direktur LBHM, Muhammad Afif mengatakan, hukuman mati, baik di Indonesia maupun di dunia, memiliki banyak masalah dari segi regulasi dan implementasinya.

Afif mengambil contoh penggunaan hukuman mati di masa pemerintahan Jokowi. Rezim saat ini dinilai punya pandangan yang sangat ekstrem terkait hal ini. Kurang dari setahun setelah presiden dilantik pada Oktober 2014, pemerintah menegaskan tidak akan memberikan grasi untuk terpidana hukuman mati.

"Karena kesan gagah dan berani ingin dimunculkan. Namun, sayangnya itu keliru karena hukum yang ditetapkan tidak berdasarkan tujuan sebagaimana hukum itu sendiri," ucap Afif dalam acara diskusi daring yang diadakan oleh Amnesty International Indonesia dan Malaysia pada Selasa (16/5).

Baca Juga: Amnesty Indonesia Tolak Wacana Hukuman Mati Koruptor

Afif mengatakan, pengadilan di Indonesia tidak mempertimbangkan kemungkinan latar belakang lain dari para terpidana mati kasus narkotika. Sehingga, pada tahun 2015 terjadi eksekusi mati pertama untuk masa pemerintahan Jokowi.

"Nah, di antaranya dalam posisi yang sangat rentan, dijebak masuk dalam jaringan sindikat, dan juga memiliki background ekonomi yang sangat miskin," ucap Afif lagi.

Pada tahun 2015, ada dua wanita yang dieksekusi mati, yaitu Rani Andriani dan Tran Thi Bich Hanh dari Vietnam. Rani dipekerjakan oleh sindikat untuk menjadi kurir dan ia tertangkap di Bandara Soekarno Hatta sebelum bertolak ke Inggris dengan membawa 3.500 gram heroin. Grasi Rani ditolak oleh Jokowi pada akhir 2014. Sementara, Tran yang dikenal sebagai "ratu sabu" akhirnya dieksekusi mati setelah tertangkap menyelundupkan 1,104, gram sabu.

Baca Juga: Banding Ditolak, Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Amnesty: Melanggar HAM!

Latar belakang terpidana mati narkotika mendapat titik terang di mata hukum ketika kasus Mary Jane Veloso (MJV) yang dijadwalkan dieksekusi pada gelombang kedua. Eksekusi yang awalnya dijadwalkan pada 29 April 2015 ini masih tertunda dan belum mendapat kepastian hingga saat ini.

"Sehari sebelum eksekusi, ada Christina Sergio yang menyerahkan diri di Filipina. Tentu ini menguntungkan karena eksekusinya batal," kata Afif.

Christina Sergio mengaku sebagai orang yang merekrut MJV dan Christina saat ini mendekam di penjara untuk seumur hidup di Filipina. Kasus MJV ini disebut Afif sebagai bukti jika pengadilan di Indonesia perlu memperhatikan latar belakang para narapidana. Namun, ia menyayangkan hal ini sering kali tidak dipertimbangkan.

58