Home Hukum Eks Jubir KPK Febri Diansyah: RUU Perampasan Aset Jangan Dijadikan Gimmick Politik

Eks Jubir KPK Febri Diansyah: RUU Perampasan Aset Jangan Dijadikan Gimmick Politik

Jakarta, Gatra.com - Praktisi Hukum Febri Diansyah menilai penerapan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset sebagai hal yang perlu dilakukan di Indonesia. Meski dinilai perlu, Febri berharap agar pemerintah dan DPR RI tak menggunakan penyusunan kebijakan itu sebagai alat politik semata.

"Indonesia membutuhkan Undang-undang Perampasan Aset dengan terobosan dan metode yang baru ini. Namun, kita perlu hati-hati, jangan sampai isu soal perampasan aset ini kemudian hanya jadi gimmick politik saja," kata Febri Diansyah dalam acara diskusi di Kantor Formappi, Jakarta Timur, pada Kamis (25/5).

Menurut Febri, penting untuk melihat proses penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset itu dari dua sisi, guna memastikan proses tersebut luput dari agenda politis. Terlebih, surat presiden (surpres) tentang RUU itu baru sampai di DPR pada awal Mei lalu, meski pembahasannya di parlemen sudah santer sejak berbulan-bulan silam.

"Isu [RUU] Perampasan Aset ini agak heboh kan ini beberapa bulan terakhir ya, di DPR waktu itu, tapi kalau kita lihat lagi, sebenarnya kapan sih, Pemerintah itu menyampaikan surat presiden menyangkut perampasan aset itu? Itu baru banget beberapa minggu [pekan] yang lalu. Hebohnya sudah jauh sebelumnya," kata dia.

Febri pun memandang, tidak adil apabila DPR sebelumnya harus dimintai penjelasan mengenai proses penyusunan RUU tersebut. Pasalnya, surpres mengenai RUU itu bahkan belum sampai ke Senayan hingga Kamis (4/5) silam.

"Sekarang RUU-nya sudah disampaikan. Ada, secara resmi RUU-nya sudah disampaikan. Wajar kita kemudian menagih ke DPR," ucap eks Juru Bicara KPK itu.

Febri kemudian memberikan sederet saran agar penyusunan RUU Perampasan Aset tetap terjaga dari aroma politis. Menurutnya, DPR perlu berlaku transparan, dengan membuka naskah akademik dan RUU terbaru ke publik.

"Jadi, RUU terbaru itu perlu dibuka ke publik naskahnya, agar publik ikut mengawal proses itu. Jadwalnya juga harus dibuka ke publik. Saya tadi cek jadwal di website DPR. Sudah ada sebenarnya sub judulnya, tapi dokumennya belum lengkap dan jadwalnya juga belum clear," kata Febri Diansyah.

Tak hanya itu, Febri menilai DPR perlu menumbuhkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan RUU itu. Beberapa di antaranya dapat dilakukan dengan melibatkan pihak universitas maupun masyarakat sipil yang menaruh perhatian pada isu perampasan aset itu.

Pasalnya, kata Febri, isu perampasan aset merupakan topik yang besar. Di mana, dalam hematnya, RUU secara garis besar memuat bagaimana aset-aset yang pernah dicuri, dikorupsi, ataupun diambil tanpa hak, pada akhirnya dapat dikembalikan pada masyarakat.

57