Home Hukum Usut Korupsi Proyek Fiktif GTS, Kejagung Periksa Direktur Operasi Prima Arbain

Usut Korupsi Proyek Fiktif GTS, Kejagung Periksa Direktur Operasi Prima Arbain

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma (GTS) Tahun 2017–2018.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (30/5), mengatakan, untut mengusut kasus tersebut penyidik memeriksa Direktur Operasional (Dirop) PT Prima Arbain Mandiri, MH.

Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) memeriksa SH sebagai saksi untuk untuk tujuh orang tersangka, yakni TH, HP, JA, RB, AHP, TSL, dan BR

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” kata Ketut.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Awalnya, Kejagung menetapkan 6 orang tersangka pada Kamis (11/5). Keenam tersangkanya, yakni Dirut PT GTS periode 2017–2020, TH; Direktur Operasi PT GTS periode 2016–2018, HP; Komisaris PT GTS periode 2014–2018, JA; Dirut PT Wisata Surya Timur (PT WST), RB; Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi (MJA), AHP; dan Dirut PT Granary Reka Cipta (PT GRK), TSL.

Selepas itu, pada Selasa (16/5), Kejagung menetapkan Dirut PT GTS periode 2014–September 2017, BR, sebagai tersangka. Kejagung telah menahan ketujuh tersangka di atas untuk mempercepat proses penyidikan.

“Dengan ditetapkannya satu orang [SM sebagai] tersangka, maka jumlah tersangka dalam perkara ini sebanyak delapan orang,” katanya.

Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menjelaskan, pihaknya menetapkan para tersangka tersebut karena mereka bersama-sama secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif.

“Seolah-olah ada pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Kuntadi, untuk mendukung pencairan dana, para tersangka menggunakan dokumen-dokumen pencairan fiktif, sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp282.371.563.184 (Rp282,3 miliar).

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka kedelapan orang di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

57