Home Nasional FSGI: Dalam 5 Bulan, Korban Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Capai 202 Anak

FSGI: Dalam 5 Bulan, Korban Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Capai 202 Anak

Jakarta, Gatra.com – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sebanyak 22 kasus kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan sepanjang 5 bulan pertama di tahun 2023. Adapun jumlah korban dalam puluhan kasus tersebut mencapai 202 anak atau peserta didik.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengatakan, dari 22 kasus kekerasn seksual itu, 50 persen di antaranya terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. Satu kasus di antaranya terjadi di luar sekolah.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Marak di 'Kota Layak Anak' Siak

"Namun pihak sekolah melakukan dugaan kekerasan dengan 'memaksa orang tua membuat surat pengunduran diri', karena dianggap memalukan sekolah. Padahal anak korban siswa dari keluarga tidak mampu dan merupakan korban perkosaan 8 orang tetangganya. Kasus KS [kekerasan seksual] ini terjadi di Kabupaten Banyumas," ujar Retno Listyarti dalam keterangannya, Sabtu (3/6).

Sementara itu, FSGI mencatat ada 8 kasus (36,36 persen) yang terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag) RI, serta 3 kasus (13,63 persen) terjadi di lembaga pendidikan informal, yaitu tempat pengajian di lingkungan perumahan, yang korbannya bahkan mencapai angka puluhan anak.

Beberapa di antaranya seperti kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang korbannya mencapai 21 orang. Selain itu, ada pula kasus serupa di Sleman dan Aceh yang korbannya mencapai 15 orang, ataupun kasus di Garut, Jawa Barat, dengan korban mencapai 17 orang. FSGI mencatat, rata-rata puluhan korban itu berada pada rentang usia 5 hingga 13 tahun.

"Perlu dipikirkan mekanisme pengawasan lembaga pendidikan informal seperti tempat mengaji ini agar anak-anak tidak lagi menjadi korban KS," ucap Retno.

Tak hanya itu, FSGI juga menyoroti kecenderungan satuan pendidikan untuk mengeluarkan siswi yang hamil akibat kekerasan seksual. Dalam catatan FSGI, kasus siswi hamil dikeluarkan dari sekolah, sebagaimana yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah, bukanlah satu-satunya kasus serupa yang pernah terjadi di Indonesia.

Menurut FSGI, pada awal 2023, seorang siswi kelas enam SD di Binjai, Sumatera Utara, diusir oleh warga dan putus sekolah setelah diketahui hamil akibat diperkosa. Ada pula kasus yang menimpa dua santriwati pada 2021 silam, di mana keduanya, yang merupakan korban pemerkosaan guru pesantren di Garut, akhirnya dikeluarkan dari sekolah setelah ketahuan memiliki bayi.

"Padahal, anak-anak tersebut berhak melanjutkan pendidikannya demi masa depan yang lebih baik. Memaksa orang tua korban mengundurkan diri, berarti pihak sekolah sudah menghilangkan hak atas pendidikan anak korban perkosaan tersebut," kata Retno.

FSGI menemukan bahwa tindak kekerasan seksual itu cenderung dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya dihormati dan melindungi para peserta didik selama berada di satuan pendidikan. Bahkan, pelaku tindak kejahatan itu juga meliputi tenaga pendidik.

"Para pelaku terdiri dari guru sebanyak 31,80 persen, pemilik dan atau pemimpin pondok pesantren sebanyak 18,20 persen, kepala sekolah sebanyak 13,63 persen, guru ngaji di satuan pendidikan informal sebanyak 13,63 persen, pengasuh asrama/pondok sebanyak 4,5 persen, kepala madrasah sebanyak 4,5 persen, penjaga sekolah 4,5 persen, dan lainnya 9 persen," urai Retno dalam keterangannya itu.

Baca Juga: Kajari M. Zubair: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat Dua Kali Lipat

Sebagai informasi, data tersebut diperoleh melalui kegiatan pendataan kasus kekerasan seksual yang terjadi di wilayah satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kemendikbudristek maupun Kemenag.

Pendataan itu dilakukan oleh FSGI, dengan teknik pengumpulan data melalui pemberitaan media massa mengenai kekerasan seksual yang sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. FSGI mulai memasukkan data ke dalam tabel kajian, setelah kasus dilaporkan dan pihak berwajib telah melakukan penetapan tersangka atas kasus tersebut.

57