Home Sumbagteng Kepala Bakeuda Mangkir Rapat Dua Kali, Anak Buah Prabowo Naik Pitam

Kepala Bakeuda Mangkir Rapat Dua Kali, Anak Buah Prabowo Naik Pitam

Batang Hari, Gatra.com - Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, Tesar Arlin mangkir lagi dalam gelaran rapat hari kedua antara DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Kelakuan anak buah Bupati Mhd. Fadhil Arief ini membuat tensi anak buah Prabowo Subianto bernama Aminuddin, meninggi. Politisi berambut putih ini menilai kehadiran Tesar Arlin sangat penting guna memberikan jawaban atas pertanyaan sejumlah anggota dewan.

"Jawaban dari TAPD belum maksimal. Seharusnya bahwa dari pihak Pemda, dalam hal ini Kepala Bakeuda yang lebih pas menjawab. Kemudian dari pihak bagian hukum, karena ada aturan-aturan lebih tinggi yang mengatur tentang itu," katanya dikonfirmasi Gatra.com usai rapat dalam ruang Banggar, Selasa (20/6).

Lelaki karib disapa Amin Keriting ini melontarkan pertanyaan kepada TAPD atas temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi terkait pemotongan iuran BPJS Kesehatan dari TPP ASN sebesar 5%. Nilai temuan tersebut mencapai angka Rp1,8 miliar lebih.

"Kenapa mereka ini berpedoman kepada Perbup? Kita kan tak boleh melangkah daripada aturan yang lebih tinggi. Kami belum dapat jawaban, intinya belum puas," ujarnya.

"Kita juga ingin mempertanyakan berkaitan dengan pengembalian. Uang dari mana yang mau dikembalikan? Sedangkan ini menurut keterangan mereka (TAPD) tadi, sudah di setor ke rekening BPJS Kesehatan," imbuhnya.

Ia menilai pemotongan TPP ASN guna pembayaran iuran BPJS Kesehatan tahun lalu semacam penyerobotan hak ASN. Sejatinya, potongan 4% BPJS Kesehatan dibebankan kepada pemerintah daerah selaku pemberi kerja.

"Namun faktanya, potongan 4% plus 1% dalam slip TPP dibebankan kepada ASN. Ini semacam penyerobotan menurut saya, seharusnya ini harus dipelajari secara regulasi," ucapnya.

"Apakah ini keteledoran atau pemahaman yang berbeda? Ini yang nanti kita minta penjelasan dari pihak Bagian Hukum dan Kepala Bakeuda," sambungnya.

Menurut dia, DPRD Batang Hari tidak mungkin menggelar rapat bersama TAPD tanpa sebab. Karena salah satu tupoksi legislatif adalah pengawasan terhadap kinerja eksekutif.

"Hakikatnya kita ini dewan, setiap dipanggil tentu ada permasalahan yang urgent, bukan untuk pribadi dewan, tapi untuk Batang Hari Tangguh," ujarnya.

Apa alasan Kepala Bakeuda tak hadir hari kedua rapat di ruang Banggar DPRD Batang Hari? Amin Keriting bilang alasan yang diterima menyebutkan kalau Tesar Arlin sakit.

"Alasan yang kami terima, kabarnya Kepala Bakeuda sakit. Kalau Kabag Hukum lagi ada acara yang tak mungkin dapat menghadiri rapat, itu alasan daripada Ketua TAPD tadi," katanya.

DPRD Batang Hari, kata dia belum dapat penjelasan kapan uang senilai Rp1,8 miliar lebih itu akan dikembalikan kepada ASN. Ia juga mengakui belum dapat alasan secara regulasi pemicu pemotongan uang TPP ASN daerah ini.

"Saya katakan sekali lagi, seharusnya 4% adalah kewajiban pemerintah daerah selaku pemberi kerja. Ataupun mereka yang bekerja dengan perusahaan, maka perusahaan yang menanggung 4%," tegasnya.

Rapat bersama TAPD akan kembali berlangsung pekan depan pada 26 Juni 2023. Ia ingin Kepala Bakeuda hadir tanpa alasan lagi. Dewan akan mengambil langkah hukum terhadap permasalahan ini kalau nantinya hak ASN tak dibayarkan.

"Tentu akan berimplikasi terhadap hukum kalau tidak dibayar ke ASN. Karena ini menyangkut hak, tapi tergantung kepada pihak yang dipotong yakni ASN," katanya.

Sayangnya, Amin Keriting mengaku belum menerima data jumlah ASN yang menjadi korban pemotongan TPP ini. Oleh karena itu, DPRD Kabupaten Batang Hari akan terus mendalami permasalahan ini, baik jumlah ASN maupun jumlah besaran potongan masing-masing ASN.

Sewaktu gelaran rapat, Amin Keriting mengatakan temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi atas pemotongan iuran BPJS Kesehatan dari TPP ASN senilai Rp1,8 miliar lebih, bikin heboh daerah ini.

"Kalau kami amati bahwa pemerintah daerah berdasarkan Perbup Nomor 65 Tahun 2021. Ini agak berlawanan dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenapa ini bisa terjadi?" ucapnya.

"Kemudian, ini uang dipotong 5%. Kalau saya salah tolong dilurusi. Sebesar 4% diambil dari TPP ASN dan 1% itu kewajiban ASN lah," imbuhnya.

"Pertanyaan saya, uang itu apakah masih dalam kantong, apakah sudah disetor. Kalau disetor, kemana disetor? Kemudian, ASN ini kan menuntut, kalau saya sebagai ASN, saya minta hak saya. Ngapo (mengapa) kamu seenaknya motong?," suara Amin Keriting meninggi.

Ia juga mempertanyakan sumber dana yang akan digunakan apabila uang senilai Rp1,8 miliar itu mau dikembalikan ke ASN. Amin meminta TAPD untuk memberikan penjelasan secara detail.

"Kalau diambil dari kas daerah, berarti penganggaran dua kali, itupun harus persetujuan kami, harus persetujuan dari DPRD. Nah, kalau ada perubahan, harus ada persetujuan dewan. Prinsipnya kan seperti itu, mohon penjelasannya dari TAPD," katanya.

546