Home Pendidikan Papua Minim Literasi, Wahana Visi Indonesia Gelar Kampanye Baca Tanpa Batas

Papua Minim Literasi, Wahana Visi Indonesia Gelar Kampanye Baca Tanpa Batas

Jakarta, Gatra.com– Literasi merupakan kemampuan yang penting dimiliki seorang anak untuk bisa belajar dan menggapai mimpinya. Sebagai organisasi fokus anak, Wahana Visi Indonesia (WVI) menggelar kampanye Baca Tanpa Batas untuk menjawab permasalahan rendahnya literasi anak di Papua. 

Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan literasi anak-anak di Papua melalui Kampung Literasi, yang meliputi pembangunan 3 rumah baca, 5 motor pustaka, penyediaan materi kontekstual dan alat peraga, serta penguatan masyarakat dan pemerintah, termasuk melatih tutor.

Head of Public Engagement & Communications WVI, Yuventa mengatakan, Kampanye Baca Tanpa Batas menyasar sektor pendidikan, khususnya pendidikan anak-anak di Papua. "Membaca di tahun-tahun pertama sekolah dasar sangat penting untuk daya ingat dan kelanjutan pendidikan anak di tahun-tahun berikutnya," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/7).

Yuventa memaparkan bahwa anak-anak di Papua punya potensi yang luar biasa. Mereka bersemangat belajar hal baru, namun ada gap yang cukup besar antara tingkat literasi anak-anak di Papua dengan anak-anak di daerah lain.

"Karena itu, kami mengajak masyarakat luas untuk mewujudkan ekosistem literasi yang baik bagi anak-anak di Papua,” tegas Yuventa.

Adapun aktivitas literasi Papua paling rendah dari seluruh provinsi di Indonesia. Data survei literasi WVI di akhir tahun 2022 untuk area Sentani, Biak, Pegunungan Tengah, dan Asmat yang menemukan rata-rata hanya 36,1% (N=728) anak kelas 3 SD di Papua yang memiliki keterampilan membaca dengan pemahaman.

Dari empat area dampingan WVI, anak-anak di kabupaten Asmat yang keterampilan literasinya paling rendah, hanya 26,5%.

"Kurang dari 10% guru di Asmat yang melakukan kegiatan literasi dasar di sekolah. Guru jarang membacakan buku cerita di kelas, jarang bertanya pada anak apa yang sedang mereka baca, dan jarang mengajarkan kosa kata baru," ungkap Education Team Leader WVI, Marthen S. Sambo.

Menurut dia, anak-anak kelas 3 SD di Asmat hanya bisa membaca 5 kata dengan benar dalam waktu satu menit. "Sedangkan standarnya murid kelas 3 SD bisa membaca sampai 80 kata per menitnya”, ungkap Marthen.

Dalam budaya Papua, budaya tutur mendominasi dibandingkan budaya tulis, karena itu, isu literasi jadi persoalan turun temurun. Masih ditemukan juga guru-guru yang tidak menguasai literasi, yang berdampak pada didorongnya anak-anak membaca buku tapi guru tidak dapat mendampingi.

Di Biak, banyak guru yang sudah tua, sehingga sulit mengikuti inovasi kegiatan belajar-mengajar yang dapat memicu keterampilan murid. Pengawasan sekolah tidak berjalan sebab semua pengawas di Biak sudah pensiun. Menurut data WVI, hanya 40,9% (tahun 2022) anak kelas 3 SD di Biak terampil membaca dan paham isi bacaannya.

Kampung Literasi (KL) adalah sebuah intervensi kolaboratif dari WVI bersama para pemangku kepentingan di kampung, mulai dari anak, orang tua/pengasuh, perangkat kampung, institusi keagamaan, masyarakat, dan pemerintah.

Tujuannya adalah meningkatkan akses anak pada kegiatan-kegiatan literasi yang berkualitas di kampung di daerah 3T. Dampak akhirnya adalah meningkatnya persentase anak usia sekolah dasar yang mampu membaca dan memahami bacaannya.

65