.jpg)
Badung, Gatra.com- Otoritas Jasa Keuangan optimis Bursa Karbon siap meluncur dan memulai perdagangan pada September 2023 mendatang. Pada Juli ini, targetnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi landasan hukum bagi penyelenggaran bursa karbon di Indonesia akan ditandatangani.
"Pada 12 Juli kita diberikan kesempatan memaparkan RDP (Rapat Dengar Pendapat) Komisi XI DPR banyak input positif. Intinya mendorong agar cepat selesai," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam acara focus group discusion (FGD) dengan jurnalis di Bali, Jumat (14/7).
Menurut Inarno, pihaknya telah mendapatkan persetujuan dari DPR terkait Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) pelaksanaan bursa karbon tersebut. "Tapi tentunya ada tahap-tahap berikutnya yang mudah-mudahan awal Agustus bisa tercapai, sehingga September nanti bursa karbon sudah bisa launching dan trading perdana,” jelasnya.
Baca juga: OJK Optimis Asean Menjadi Episentrum Pertumbuhan Ekonomi
Inarno menjelaskan, dalam penyusunan RPP tentang penyelenggaran bursa karbon itu, OJK turut melibatkan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Indonesia (Bappebti).
Sesuai ketentuan, PP ini paling lambat sejak enam bulan Undang-Undang No.4/2023 (UU P2SK) tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan disahkan pada Januari 2023 lalu. "Insyaallah di bulan Juli ini PP sudah keluar. Kita doakan on schedule sudah selesai,” tegas Inarno.

Dalam UU P2SK bagian keempat pasal 8 angka 4, OJK mendapat kewenangan untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, keuangan Derivatif, dan bursa karbon. Pada 12 Juli lalu telah ada approval DPR dan selanjutnya proses di Kementerian Hukum dan HAM.
"Kumham, awal Agustus tercapai dan sebagai payung hukum berdirinya penyelenggara bursa karbon dan September sudah bisa mulai," papar Inarno.
Baca juga: Ekonom ini Dorong Aturan Penyelenggara Bursa Karbon yang Ideal
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan bahwa dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia bisa memiliki banyak keuntungan dari perdagangan emisi karbon global.
"Di sinilah Indonesia dapat melangkah dan memanfaatkan keunggulannya sebagai pemimpin untuk menggunakan inisiatif bursa karbon dalam memberikan alternatif pembiayaan bagi sektor riil," jelas Mahendra.
Menurutnya, dengan hutan tropis seluas 125 juta hektar, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon, belum termasuk hutan bakau dan gambut, sehingga diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan senilai 565,9 miliar dolar AS dari perdagangan karbon.