Home Hukum Kejagung Tak Tutup Kemungkinan Periksa Lagi Airlangga soal Ekspor CPO

Kejagung Tak Tutup Kemungkinan Periksa Lagi Airlangga soal Ekspor CPO

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menutup kemungkinan akan memeriksa kembali Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya.

“Kita tunggu saja hasil perkembangannya," ujar Ketut kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/7).

Ia menyampaikan, tidak menutup kemungkinan penyidik akan kembali memanggil dan memeriksa yang bersangkutan jika masih membutuhkan keterangannya.

“Semua tergantung kebutuhan penyidik. Kalau pemeriksaan kemaren dirasa masih kurang, berarti tidak tertutup kemungkinan diperiksa lagi. Tergantung pada kebutuhan penyidik,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejagung memeriksa Airlangga sebagai saksi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya. Pemeriksaan pada Senin (24/7), tersebut berlangsung sekitar 12 jam.

Pria yang mendapuk ketua umum (Ketum) Partai Golkar itu mengaku menjawab sekitar 46 pertanyaan setelah sebelumnya tidak memenuhi panggilan pertama pada 18 Juli 2023.

“Saya hari ini hadir menjawab pertanyan-pertanyaan yang tadi sampaikan dan saya telah menjawab 46 pertanyaan dan mudah-mudahan bisa menjawab semua,” katanya.

Selain Airlangga, Kejagung juga telah memeriksa sejumlah saksi, di antaranya SS, M, AS, J, E, dan GS dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya tersebut.

“Saksi AH [Airlangga Hartarto] diperiksa untuk perkara atas nama terpidana Indrasari Wisnu Wardhana dkk,” ujar Ketut.

“Pemeriksaan [Airlangga Hartarto] selama 12 jam dengan 46 pertanyaan yang dijawab dengan baik oleh saksi,” katanya.

Kejagung memeriksa Airlangga Hartarto ini untuk menindaklanjuti fakta-fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta beberapa waktu lalu soal kasus dugaan korupsi CPO tersebut.

“Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan fakta-fakta persidangan yang menimbulkan fakta-fakta hukum baru yang perlu didalami oleh tim penyidik,” ujarnya.

Kejagung kembali mengusut kasus ini menindaklanjuti putusan pengadilan terhadap para terdakwa perkara korupsi ekspor CPO ini. Kejagung kemudian melakukan pendalaman.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022.

Penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.

Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.

“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.

Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.

98